A. Asal Mula Kerajaan Turki Usmani
Kerajaan Turki usmani didirikan oleh bangsa pengembara
Turki dari kabilah Orguz yang mendiami daerah Asia tengah atau daerah utara
Cina. Mereka masuk islam sekitar abad ke-9 atau ke-10. Pada abad ke-13, di
karenakan adanya tekanan Bangsa Mongol, atas perintah kepala kabilah Sulaiman
Syah, sejumlah kira-kira 400 kepala keluarga yang di pimpin oleh putranya
Ertoghul mengungsi ke saudara mereka Turki Saljuk yang berpusat di Konya
Anatolia daerah dataran tinggi.[1]
Asia Kecil, dan merekapun mengabdikan diri kepada Sultan
Turki Saljuk Alauddin II yang kebetulan sedang berperang melawan kemaharajaan
Romawi Timur Bizantim. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin II dapat meraih
kemenangan dan Sultan menghadiahkan untuk mereka sebidang tanah di Asia kecil,
yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak saat itu merekapun membangun daerahnya
dan menjadikan Syukud sebagai ibu kota.
Pada tahun 1289 M Erthoghul meninggal, digantikan oleh
putranya Usman sebagai penerus kepemimpinan yang Sebagaimana ayahnya Usman juga
banyak berjasa kepada sultan . Kemenangan dalam setiap pertempuran banyak di
raih Usman sehingga Sultan pun semakin bersimpati dan banyak memberi hak istimewa
pada Usman. Hingga pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang dan mengakibatkan
Sultan Alauddin II terbunuh dengan tanpa meninggalkan putra sebagai pewaris
tahta.[2]
Sebab itu Usman pun
memproklamirkan kemerdekaan sebagai Padisyah Al Usman dalam kesultanan Usmani.
Dalam kepemimpinannya, Kerajaan semakin luas dan kuat sehingga dapat menduduki
benteng-benteng Bizantium dan menaklukan kota Broessa yang pada tahun 1326 M
menjadi ibu kota kerajaan.[3]
B. Periodisasi Sultan Dinasti Turki Utsmani
Raja-Raja Turki Utsmani bergelar
sultan dan khalifah sekaligus. Sultan menguasai kekuasaan duniawi sedangkan
khalifah berkuasa di bidang agama atau spiritual. Mereka mendapatkan kekuasaan
secara turun temurun, walau tidak harus
dari putra pertama. Bahkan dapat diwariskan kepada keluarganya.[4]
Khalifah bani Utsmaniyah tercatat
memiliki kurang lebih 38 khalifah. Adapun
penguasa-penguasa/khalifah pada pada era turki utsmani adalah sebagai berikut :
1.
Usman I (Padi syah) (1299)
2.
Urkhan (1326)
3.
Murad I (1359)
4.
Bayazid I (1389-1401)
5.
Muhammad I (1403) (penguasa tunggal (1413)
6.
Sulayman (1403-1410)
7.
Musa (1410-1413)
8.
Murad II (1421)
9.
Muhammad II (1451)
10.
Bayazid II (1481)
11.
Salim I (1512)
12.
Sulayman I (1520)
13.
Salim II (1566)
14.
Murad III (1574)
15.
Muhammad III (1595)
16.
Ahmad I (1603)
17.
Musthafa I (1617), (1622)
18.
Utsman II (1618)
19.
Murad IV (1623)
20.
Ibrahim (1640)
21.
Muhammad IV (1648)
22.
Sulayman II (1687)
23.
Ahmad II (1691
24.
Musthafa II (1695)
25.
Ahmad III (1703)
26.
Mahmud I (1730)
27.
Utsman III (1754)
28.
Musthafa III (1757)
29.
Abd Al-Hamid I (1774)
30.
Salim III (1789)
31.
Musthafa IV (1807)
32.
Mahmud II (1808)
33.
Abd al-Majid I (1839)
34.
Abd al-Aziz (1861)
35.
Murad V (1876)
36.
Abd al-Hamid II(1876)
37.
Muhammad V Rasyad (1909)
38.
Muhammad VI Wahid al-Din (1918-1922).[5]
Dalam sekian lama kekuasaannya,
yakni sekitar 625 tahun, tidak kurang dari 38 sultan. Dari 38 sultan yang
pernah memerintah Turki Utsmani, Syafiq A. Mughni membaginya ke dalam lima
periode:[6]
1.
Periode pertama (1229- 1402 M). Periode ini dimulai dari berdirinya
kerajaan, ekspansi pertama sampai kehancuran sementara oleh serangan Timur
Lank. sultan-sultan yang memimpin pada periode ini adalah Utsman I, Orkhan,
Murad I, dan Bayazid I.
2.
Periode kedua (1402-1556 M). Periode ini ditandai dengan restorasi
kerajaan dan cepatnya pertumbuhan sampai pada ekspansinya yang terbesar
khususnya pada masa Sultan Salim I putra sultan Bayazid II yang berhasil
menguasai Afrika Utara, Syiria, dan Mesir yang pada waktu itu Mesir diperintah
oleh kaum Mamluk yang dipimpin oleh al Mutawakkil Ala Allah pada 1517 M.
Sultan-sultan yang memimpin pada periode ini adalah Muhammad I, Murad II,
Muhammad II, Bayazid II, Salim I dan Sulaiman I Al Qanuni.
Pada
periode ini Dinasti Turki Utsmani mencapai masa keemasannnya pada masa
pemerintahan Sulaiman I Al Qanuni. Wilayahnya meliputi Daratan Eropa hingga
ustria, Mesir, Afrika Utara, Al Jazair, Asia hingga ke Persia; serta melingkupi
Lautan Hindia, Laut Arabia, Laut Merah, Laut Tengah, dan Laut Hitam. Ia
dijuluki Al Qanuni karena memberlakukan undang-undang dinegerinya. Orang Barat
menyebutnya The Magnificient (Sulaiman yang agung), karena Al Al
Qanuni-lah yang menyebut dirinya sultan dari segala sultan.
3.
Periode ketiga (1556-1699M). Periode ini ditandai dengan kemampuan
dalam mempertahankan wilayahnya karena masalah perang yang terus menerus
terjadi karena alasan domestik, di samping juga gempuran dari daerah luar.
Sultan-Sultan yang memimpin pada periode ini adalah: Salim II, Murad III,
Muhammad III, Ahmad I, Mustafa I, Utsman II, Mustafa I (yang keduakalinya),
Muarad IV, Ibrahim I, Muhammad IV, Sulaiman III, Ahmad II, dan Mustafa II
4.
Periode keempat (1699-1839 M). Periode ini ditandai dengan
bersurutnya kekuatan kerajaan dan terpecahnya wilayah di tangan para penguasa
wilayah. Sultan-sultannya adalah sebagai berikut: Ahmad III, Mahmud I, Utsman
III, Mustafa III, Abdul Hamid I, Salim III, Mustafa IV, dan Mahmud II..
5.
Periode kelima (1839-1922 M). Periode ini ditandai oleh kebangkitan
kultural dan administratif dari negara di bawah pengaruh ide-ide Barat.
Sultannya adalah Abdul Majid I, Abdul Aziz, Murad V, Abdul Hamid II, Muhammad
V, Muhammad VI, dan Abdul Majid II. Sultan sebagaimana yang tersebut terahir
hanya bergelar khalifah, tanpa sultan yang akhirnya diturunkan pula dari
jabatan khalifah..[7]
Adapun wilayah kekuasaan era Turki Utsmani dapat kita lihat dalam
gambar berikut.
Gambar 1
C. Kemajuan Dan Perkembangan
Kerajaan Turki Usmani
1.
Bidang Kemiliteran Dan Pemerintahan
Kemajuan
bidang kemiliterannya adalah seperti keberanian, keterampilan, ketangguhan dan
kekuatan militer yang dimiliki kerajaan Turki Usmani yang sanggup berperang
kapan dan di mana saja. Kekuatan militer Turki Usmani terorganisir ketika
kontak senjata dengan Eropa baik taktik maupun strategi.
Pembaharuan
organisasi militer oleh Orkhan dengan mengadakan perombakan dalam keanggotaan
dan juga memutasi personil-personil pimpinan. Bangsa-bangsa non Turki dijadikan
anggota, anak-anak Kristen dibimbing secara Islam untuk dijadikan prajurit.
Program ini berhasil dengan terbentuknya pasukan Jenissari atau Inkisyariah.
Pasukan inilah yang berhasil menaklukkan negeri-negeri non Muslim.
Ada
juga tentara kaum feodal yang dikirim kepada pemerintah pusat yaitu tentara Thaujiah.
Angkatan Laut pun juga dibenahi, yang pada tahun ke-16 AL Turki mencapai
puncak kejayaannya dan berhasil meluaskan wilayah kekuasaannya.
Selain
bidang militer, tercipta juga jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam
struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi,
dibantu oleh shadr al-a'zham (perdana menteri) yang membawahi pasya (gubernur),
al-Zanaziq atau al-'alawiyah (bupati).
Untuk
mengatur urusan pemerintahan negara, pada masa Sulaiman I disusun kitab
undang-undang (qanun) yang diberi nama Multaqa al-Abhur.
2.
Bidang Ilmu Pengetahuan Dan Budaya
Kebudayaan
Turki Usmani merupakan perpaduan bermacam-macam kebudayaan. Ajaran tentang
etika dan tata krama dalam istana raja-raja, mereka banyak mengambil kebudayaan
Persia. Organisasi pemerintahan dan kemiliteran dari kebudayaan Bizantium.
Prinsip-prinsip ekonomi, sosial dan kemasyarakatan, keilmuan dan huruf menyerap
dari bangsa Arab.
Karena
mereka lebih memfokuskan ke bidang militer, maka bidang keilmuan tidak begitu
menonjol, karena itu Turki Usmani tidak pernah ditemukan ilmuwan terkemuka.
Namun demikian, mereka lebih berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur
Islam, seperti Mesjid Al-Muhammadi atau Mesjid Jami' Sultan Muhammad Al-Fatih,
Mesjid Agung Sulaiman dan Mesjid Abi Ayyub Al-Anshari. Mesjid-mesjid itu
dihiasi dengan kaligrafi yang indah. Salah satu mesjid yang terkenal keindahan
kaligrafinya adalah masjid yang asalnya gereja Aya Sopia.
Pada
masa Sulaiman di kota-kota besar dan lainnya banyak dibangun mesjid, sekolah,
rumah sakit, gedung, makam, jembatan, saluran air, villa, dan pemandian umum.
3.
Bidang Keagamaan
Agama
dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam bidang sosial dan
politik. Masyarakat digolongkan berdasarkan agama. Kerajaan sangat terikat
dengan syari'at sehingga fatwa ulama dijadikan hukum yang berlaku. Karena itu
ulama mempunyai tempat tersendiri dan berperan besar dalam kerajaan dan masyarakat.
Mufti, sebagai pejabat urusan agama tertinggi, berwenang memberi fatwa resmi
terhadap problema keagamaan yang dihadapi masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti,
keputusan hukum kerajaan bisa tidak berjalan.
Pada
masa Turki Usmani, tarekat juga mengalami kemajuan, seperti tarekat Bektasyi
dan Maulawi, kedua tarekat ini banyak dianut kalangan sipil dan militer.
Tarekat Bektasyi mempunyai pengaruh yang amat besar di kalangan Jenissari,
sedangkan tarekat Maulawi mendapat dukungan dari para penguasa dalam mengimbangi
Jenissari Bektasyi.
Kajian-kajian
seperti fikih, ilmu kalam, tafsir dan hadits boleh dikatakan tidak mengalami
perkembangan yang berarti. Para penguasa lebih cenderung menegakkan satu mazhab
dan menekan mazhab lainnya. Sultan Abd al-Hamid II begitu fanatik terhadap
aliran Asy'ariyah. Ia merasa perlu mempertahankan aliran tersebut sehingga ia
memerintahkan Syekh Husein al-Jisri menulis kitab Al-Hushun al-Hamidiyah (Benteng
pertahanan Abdul Hamid). Akibat kefanatikan yang berlebihan itu, maka ijtihad
tidak berkembang. Ulama hanya menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan)
dan hasyiyah (semacam catatan) terhadap karya-karya masa klasik.
Dalam
bidang peradaban dan kebudayaan kecuali
dalam hal-hal yang bersifat fisik perkembangannya jauh berada di bawah kemajuan
politik, maka selain banyak daerah yang melepaskan diri juga masyarakatnya tidak
banyak memeluk agama Islam.[8]
D.
Kemunduran Kerajaan Turki Usmani
Kemunduran Turki Usmani terjadi setelah wafatnya Sulaiman
Al-Qonuni. Hal ini disebabkan karena banyaknya kekacauan yang terjadi setelah
Sultan Sulaiman meninggal dunia, di antaranya perebutan kekuasaan antara putera
beliau sendiri. Para pengganti Sulaiman sebagian besar orang yang lemah dan
mempunyai sifat dan kepribadian yang buruk. Juga karena melemahnya semangat
perjuangan prajurit Usmani yang mengakibatkan kekalahan dalam mengahadapi
beberapa peperangan. Ekonomi semakin memburuk dan system pemerintahan tidak
berjalan semestinya.
Selain faktor di atas, ada juga faktor-faktor yang menyebabkan
kerajaan Usmani mengalami kemunduran, di antaranya adalah :
1.
Wilayah Kekuasaan yang Sangat Luas. Perluasan wilayah yang begitu cepat yang terjadi pada Kerajaan
Usmani, menyebabkan pemerintahan merasa kesulitan dalam melakukan administrasi
pemerintahan, terutama pasca pemerintahan Sultan Sulaiman. Sehingga
administrasi pemerintahan kerajaan Usmani tidak beres. Tampaknya penguasa Turki
Usmani hanya mengadakan ekspansi, dan mengabaikan penataan sistem pemerintahan.
Hal ini menyebabkan wilayah-wilayah yang jauh dari pusat mudah direbut oleh
musuh dan sebagian berusaha melepaskan diri.
2.
Heterogenitas Penduduk.
Sebagai kerajaan besar, yang merupakan hasil ekspansi dari berbagai kerajaan,
mencakup Asia kecil, Armenia, Irak, Siria dan negara lain, maka di kerajaan
Turki terjadi heterogenitas penduduk. Dari banyaknya dan beragamnya penduduk,
maka jelaslah administrasi yang dibutuhkan juga harus memadai dan bisa memenuhi
kebutuhan hidup mereka. Akan tetapi kerajaan Usmani pasca Sulaiman tidak
memiliki administrasi pemerintahan yang bagus ditambah lagi dengan
pemimpin-pemimpin yang berkuasa sangat lemah dan mempunyai perangai yang jelek.
3.
Kelemahan para penguasa. Setelah Sultan Sulaiman wafat, maka terjadilah pergantian
penguasa. Penguasa-penguasa tersebut memiliki kepribadian dan kepemimpinan yang
lemah akibatnya pemerintahan menjadi kacau dan susah teratasi.
4.
Budaya Pungli.
Budaya ini telah meraja lela yang mengakibatkan dekadensi moral terutama di
kalangan pejabat yang sedang memperebutkan kekuasaan (jabatan).
5.
Pemberontakan Tentara Jenissari. Pemberontakan Jenissari terjadi
sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M dan 1826 M. Pada
masa belakangan pihak Jenissari tidak lagi menerapkan prinsip seleksi
dan prestasi, keberadaannya didominasi oleh keturunan dan golongan tertentu
yang mengakibatkan adanya pemberontakan-pemberontakan.
6.
Merosotnya Ekonomi.
Akibat peperangan yang terjadi secara terus menerus maka biaya pun semakin
membengkak, sementara belanja negara pun sangat besar, sehingga perekonomian
Kerajaan Turki pun merosot.
7.
Terjadinya Stagnasi dalam Lapangan Ilmu dan Teknologi. Ilmu dan Teknologi selalu berjalan beriringan sehingga keduanya
sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Keraajan Usmani kurang berhasil dalam
pengembagan Ilmu dan Teknologi ini karena hanya mengutamakan pengembangan
militernya. Kemajuan militer yang tidak diimbangi dengan kemajuan ilmu dan
teknologi menyebabkan kerajaan Usmani tidak sanggup menghadapi persenjataan
musuh dari Eropa yang lebih maju.[9]
BAB III
TINJAUAN PERKEMBANGAN BAHASA ARAB PADA ERA TURKI UTSMANI
Kehancuran kota
Baghdad, menyebabkan kehancurannya pusat ilmu pengetahuan umat Islam.
penyerbuan tentara Holakokan ke Baghdad menyebabkan banyaknya para ulama dan
penyair yang lari ke Syam dan Cairo, maka pada akhirnya kedua kota ini. menjadi
pusat Islam dan bahasa Arab.
Tidak ada aktifitas intelektual pada
tingkatan yang cukup tinggi yang diharapkan dapat muncul dibawah kondisi
politik, social, dan ekonomi yang berlangsung di Negara arab dibawah kekuasaan
Turki Utsmani. Bahkan sumber kejahatan semakin berurat akar. Kecemerlangan
kreativitas telah pudar jauh sebelum kemuculan penguasa Turki.[10]
Dari uraian ini, dapat dikatakan
bahasa arab tidak mengalami perkembangan, bahkan bisa dikatakan mengalami
kemunduran jika dibandingkan dengan era abasiah yang terkenal dengan era keemasan
dalam hal keilmuan, di mana pada masa itu banyak lahir tokoh-tokoh kebahasaan
dan kesusastraan.
Hal ini disebabkan, seperti yang
telah dipaparkan diatas, era turki utsmani lebih berkonsentrasi pada bidang
kemiliteran dan kenegaraan serta perluasan wilayah. Namun bukan berarti tidak
ada aktivitas kebahasaan sama sekali, sebagai Negara islam yang berasaskan pada
al Qur’an dan al hadits yang berbahasa Arab tentu tidak terlepas dari bahasa
arab.
Para penulis pada periode ini
biasanya- dan umumnya hanyalah para komentator, penyusun, dan peringkas buku.
Formalism literer dan kekakuan intelektual menjadi cirri khas karya-karya
mereka. Penulis turki yang menulis dalam bahasa Arab di antaranya yang paling
terkenal adalah Hajji Khalfah (W. 1657).
Dikenal oleh orang Turki dengan sebutan Katib Chelebi (Penulis Muda), salah
satu karyanya berjudul Kasyf al-Zhunun ‘an al-As’ami wa al-Funun, merupakan salah satu bibliografi dan risalah
ensiklopedis yang sangat berharga dalam bahasa arab.[11]
Aktivitas sastra di Mesir diwakili
‘Abdul al-Wahhab al-Sya’rani (W. 1565). Seorang mistikus yang karyanya tidak
hanya meliputi bidang mistisme tapi juga tentang ilmu al Qur’an dan linguistic,
sebagian dari karya-karyanya yang terkenal
berjudul al thobaqot al Kubra. Mesir merupakan arena aktivitas ilmiah seorang
ahli leksikografi kondang, al Syayid Murtadha ak Zabidi, yang lahir pada 1732
di barat laut india dengan karyanya Taj al Arus dan juga menulis sebuah uraian yang luas atas
kitab ihya’ karya al Ghazali.[12]
Perkembangan
Syair di masa ini sangat lemah. Kegairahan penyair untu mencipta jauh berkurang
dari masa sebelumnya . Bait-bait syair pada masa itu hanya ditujukan untuk
mendekatkan diri pada Khalik.[13]
[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban
Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, Hal.129
[3] Busman Edyar ,Ilda Hayati, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta, P ustaka Asatruss , 2009) Hal.140
[4]Http://File.Upi.Edu/DirektoriFpipsjur.Pend.
Sejarah Supriatna Sejak Mundur Dan Berakhirnya Era abbasiyah.Pdf , Hal.15
[5] Phillip K. Hitti, History Of The
Arabs.Serambi, Jakarta , 2002, hal. 905-910
[6] Op.Cit,supriyana. Hal. 15
[7] Op.cit, Supriatna, hal.16-17
[8]
http://fadliyanur.blogspot.com/2008/02/turki-usmani.html
[9] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, PT Raja
Grafindo Persada, 2008, Hal., 150-158
[13] Drs. H. Aminullah, MA, Perkembangan
Sejarah Arab, Fakultas Sastra Jurusan Bahasa Arab, USU,2002, hal. 12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar