Karena bahasa itu
digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat,
maka makna bahasa itupun menjadi bermacam-macam dilihat dari segi atau
pandangan yang berbeda.
Berbagai nama jenis
makna telah dikemukakan oleh orang dalam berbagai buku linguistik atau semantik.
Salah satu di antaranya adalah pendapat Abdul Chaer yang membagi jenis-jenis
makna sebagai berikut; makna leksikal, gramatikal, kontekstual, referensial dan
non-referensial, denotatif, konotatif, konseptual, asosiatif, kata, istilah,
idiom serta makna peribahasa.[1]
2.1
Makna
Leksikal
( المعنى المعجمى )
المعنى المعجمى هو
المعنى الذى يقدمه المعجم للأسماء و الأفعال شرحا لدلالتها مستفيدا من كل ما يتاح
من وسائل لتحديد المعنى. [2]
Makna leksikal adalah makna sebenarnya, sesuai dengan
hasil observasi indra kita, makna apa adanya dan makna yang ada dalam kamus.
Maksud makna dalam kamus adalah makna dasar atau makna yang konret. Misalnya
leksem kuda memiliki makna sejenis binatang berkaki empat yang biasa
dikendarai. Pensil bermakna leksikal sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu
dan arang. Dan air bermakna leksikal sejenis barang cair yang biasa digunakan
untuk keperluan sehari-hari.[3]
2.2
Makna
Gramatikal (المعنى النحوى
البنيوى)
المعنى
النحوى البنيوى هو الإكمال الطبيعى للمعنى المعجمى.[4]
Makna gramatikal adalah makna yang terjadi setelah
proses gramatikal (afikasi, reduplikasi, kalimatisasi). [5]
Perbedaan dari makna leksikal dan gramatikal adalah Makna
leksikal adalah makna dasar/makna dari kata per kata, sedangkan makna
gramatikal adalah makna baru yang muncul ketika kata-kata tersebut menjadi
sebuah kalimat.
Contoh: kata kuda
bermakna leksikal binatang, sedangkan makna gramatikalnya bisa menjadi alat
transportasi atau sejenis.
2.3
Makna
Kontekstual (السياقى)
Makna kontekstual adalah makna sebuah laksem atau kata
yang berada di dalam suatu konteks.[6]
Misalnya, makna konteks kata kepala pada kalimat-kalimat berikut :
a.
Rambut di
kepala nenek belum ada yang putih
b.
Sebagai
kepala sekolah dia harus menegur murid itu.
c.
Nomor
teleponnya ada pada kepala surat itu.
d.
Kepala
paku dan kepala jarum tidak sama bentuknya.
Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya
yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa itu. Contohnya:
“Tiga kali empat berapa?”
Jika dilontarkan di depan kelas tiga SD sewaktu mata
pelajaran Matematika berlangsung, tentu dijawab dua belas. Namun kalau
pertanyaan itu dilontarkan kepada tukang photo, maka pertanyaan itu mungkin
akan dijawab dua ratus, tiga ratus atau lebih. Hal ini disebabkan karena
pertanyaan itu mengacu kepada pembiayaan pembuatan pas photo yang berukuran
tiga kali empat centimeter.[7]
2.4
Makna
Referensial ( المعنى الإشارى)
Makna referensial adalah sebuah kata yang memiliki
referensnya/acuannya. Sehingga sebuah kata dapat disebut bermakna referensial
kalau ada referensinya atau acuannya. Kata-kata seperti ‘Kuda’, ‘Merah’, dan
‘Gambar’ adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial.[8]
Sedangkan makna non referensial adalah kebalikannya
yaitu tidak semua kata memiliki makna referensial karena ada beberapa kata yang
tidak mempunyai acuannya dalam dunia nyata. Contohnya kata dan, atau, dan karena.[9]
Berkenaan dengan acuan ini, ada sejumlah kata yang
disebut kata-kata Deiktik, yang acuannya tidak menetap pada satu wujud,
melainkan dapat berpindah dari wujud yang satu kepada wujud yang lain.
Kata-kata deiktik ini adalah kata seperti pronominal, misalnya dia, saya, kamu
; kata-kata yang menyatakan ruang, misalnya di sini, di sana, dan di situ;
kata-kata yang menyatakan waktu, seperti sekarang, besok dan nanti ; kata-kata
yang disebut kata petunjuk, misalnya ini dan itu. Contoh pronominal kata saya
pada kalimat berikut yang acuannya tidak sama;
a.
“Tadi pagi
saya bertemu dengan pak Ahmad”, kata Ani kepada Ali.
b.
“o, ya?”,
sahut Ali, “ Saya juga bertemu beliau tadi pagi”.
c.
“Dimana
kalian bertemu beliau?”, Tanya Amir, “Saya sudah lama tidak jumpa dengan
beliau.
Pada kalimat (a) kata saya mengacu kepada Ani, pada
kalimat (b) mengacu kepada Ali, dan pada kalimat (c) mengacu pada Amir. Contoh
lain, kata di sini pada kalimat (d) acuannya juga tidak sama dengan di sini
pada kalimat (e).
d.
“Tadi pagi
saya melihat pak Ahmad duduk di sini, sekarang dia kemana?”. Tanya pak
Rasyid kepada Mahasiswa itu.
e.
“Kami di
sini memang bertindak tegas terhadap para penjahat itu” kata Gubernur DKI
kepada para wartawan dari luar negeri itu.
Kata di sini pada kalimat (d) acuannya pada sebuah tempat duduk,
tetapi pada kalimat (e) acuannya adalah satu wilayah DKI Jakarta.
2.5
Makna
Denotatif (المعنى الأساسى,
الحقيقى)
Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau
makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah kata. Umpamanya, kata kurus bermakna
denotative yang mana artinya ‘ keadaan tubuh seseorang yang lebih kecil dari
ukuran yang normal’. Kata bunga bermakna denotative yaitu ‘ bunga yang seperti
kita lihat di taman’.[10]
2.6
Makna
Konotatif (المعنى
المجازى)
Sedangkan makna konotatif adalah makna yang lain yang
ditambahkan pada makna denotative tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari
seseorang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut.[11]
Umpamanya kata kurus pada contoh
di atas berkonotasi netral. Tetapi ramping, yaitu sebenarnya bersinonim dengan
kata kurus itu memiliki konotasi positif yaitu nilai yang mengenakkan ; orang
akan senang kalau dikatakan ramping. Sebaliknya, kata kerempeng, yang
sebenarnya juga bersinonim dengan kata kurus dan ramping, mempunyai konotasi
negative, nilai rasa yang tidak enak, orang akan tidak enak kalau dikatakan
tubuhnya kerempeng.
Dan juga kata bunga di atas, jika dikatakan “si Ida
adalah bunga kampung kami”, ternyata makna bunga tak sama lagi dengan makna
semula. Sifat bunga yang indah itu akan dipindahkan kepada si Ida yang cantik.
Dengan kata lain orang lain melukiskan kecantikan si Ida yang bak bunga.
2.7
Makna
Konseptual (التصوري)
Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah
leksem terlepas dari Konteks atau asosiasi apa pun. Kata ‘kuda memiliki makna
konseptual ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’, dan kata
rumah memiliki makna konseptual ‘bangunan tempat tinggal manusia’.[12]
2.8
Makna
Asosiatif (المعنى الثانوى, التضمنى)
Sedangkan makna asosiasi adalah makna kata yang
berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar
bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau
kesucian, kata merah berasosiasi berani, kata buaya berasosiasi dengan jahat
atau kejahatan.[13]
Makna asosiasi ini sebenarnya sama dengan lambang atau perlambangan yang
digunakan oleh suatu masyarakat pengguna bahasa untuk menyatakan konsep lain,
yang mempunyai kemiripan dengan sifat keadaan, atau ciri yang ada konsep asal
tersebut.
Menurut leech (1976) sebagaimana yang dikutip oleh Abdul
Chaer tentang makna asosiasi menyatakan bahwa,” dalam makna asosiasi ini
dimasukkan juga yang disebut makna konotatif, makna stilistika, makna efektif
dan makna kolakatif.”[14]
Makna stilistika berkenaan dengan pembedaan kata
sehubungan dengan perbedaan sosial (الإجتماعى)atau bidang
kegiatan. Misalnya, dokter mengatakan penyakitnya akan diangkat maka yang
dimaksud adalah dioperasi. Orang yang di bengkel mengatakan mesin mobil itu
diangkat, maka yang dimaksud adalah diperbaiki. Contoh lain:
1.
إن
التوليد من أهم عوامل النمو اللغوى (المتحدث هنا اللغوي).
2.
أن
التوليد من المهام الإنسانية الصعبة (المتحدث هنا طبيب)
3.
أن التوليد يعد أهم عوامل
استمرار التيار (المتحدث هنا مهندس كهرباء)
Makna efektif yakni makna yang menimbulkan rasa bagi
pendengar. Jika seseorang menghardik kita meskipun dengan kata-kata biasa,
tentu kita akan merasakan sesuatu yang agak lain kalau kata-kata itu diucapkan
dengan nada biasa. Contoh ;
a.
Duduk !
(dengan suara pelan)
b.
Duduk !
(dengan suara keras)
Makna kolakatif (التضام) berkenaan
dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimiliki sebuah kata dari sejumlah kata
yang bersinonim, sehingga kata tersebut hanya cocok untuk digunakan berpasangan
dengan kata tertentu lainnya. Misalnya, kata tampan sesungguhnya bersinonim
dengan kata cantik dan indah, hanya cocok atau hanya cocok berkolokasi dengan
kata yang memiliki ciri pria. Maka kita dapat mengatakan pemuda tampan, tetapi
tidak dapat mengatakan gadis tampan. Jadi tampan tidak berkolokasi dengan kata
gadis.
2.9
Makna
Kata (المعنى
اللغوى)
Setiap kata atau leksem memiliki makna. Pada awalnya,
makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal, makna denotative atau
makna konseptual. Namun dalam penggunaan makna kata itu baru menjadi jelas jika
kata-kata itu sudah berada dalam konteks situasinya. Kita belum tahu makna kata
jatuh sebelum kata itu berada dalam konteksnya.[15]
Sehingga dapat dikatakan bahwa Makna kata adalah makna
yang bersifat umum, kasar dan tidak jelas. Kata tangan dan lengan sebagai kata,
maknanya lazim dianggap sama, seperti contoh (a) dan (b) berikut ;
a.
Tangannya luka kena pecahan kaca.
b.
Lengannya luka kena pecahan kaca.
Jadi, kata tangan dan kata lengan pada kedua kalimat di
atas adalah bersinonim atau bermakna sama.
2.10
Makna
Istilah (المعنى
الإصطلاحى)
Yang disebut makna istilah adalah makna yang pasti,
jelas, tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat dan perlu diingat bahwa
makna istilah hanya dipakai pada bidang keilmuan/kegiatan tertentu saja.[16]
Umpamanya, kata tangan dan lengan yang menjadi contoh di atas. Kedua kata itu
dalam bidang kedokteran mempunyai makna yang berbeda. Tangan bermakna ‘bagian
dari pergelangan sampai ke jari tangan’. Sedangkan kata lengan adalah ‘bagian
dari pergelangan tangan sampai ke pangkal bahu’. Jadi kata tangan dan lengan
sebagai istilah dalam ilmu kedokteran tidak bersinonim, karena maknanya
berbeda.
Dalam perkembangan bahasa memang ada sejumlah istilah,
yang karena sering digunakan, lalu menjadi kosa kata umum. Artinya, istilah ini
tidak hanya digunakan dalam bidang keilmuannya, tetapi juga telah digunakan
secara umum, di luar bidangnya. Dalam bahasa Indonesia, misalnya istilah
spiral, virus, akomodasi telah menjadi kosakata umum, tetapi istilah alomorf,
alofon, morfem masih tetap sebagai istilah dalam bidangnya, belum menjadi kosakata
umum.
2.11
Makna
Idiom (التراكيب
الثابتة)
Makna idiom adalah makna yang tidak dapat diramalkan dari
makna unsure-unsurnya, baik secara leksikal maupun gramatikal.[17]
Contoh, secara gramatikal bentuk menjual rumah bermakna‘ yang menjual menerima
uang dan yang membeli menerima rumahnya’, tetapi dalam bahasa Indonesia bentuk menjual gigi
tidak memiliki makna seperti itu, melainkan bermakna ‘tertawa keras-keras’.
Jadi makna tersebutlah yang disebut makna idiomatic. Contoh lain dari idiom
adalah kata meja hijau bukan meja yang berwarna hijau melainkan kata lain dari
pengadilan.
هناك
عدة أنواع من التراكيب الثابتة, تكون من كل منها اكثر من كلمة فى علاقة تركيبية
لها دلالتها التى لاتتكون من مجرد مجموع دلالات العناصر المكونة لها. وفى كثير من
الحالات نجد التراكيب الثابت فى لغة من اللغات تقابلة كلمة واحدة فى كلمة أخرى.[18]
Idiom terdiri dari dua macam yaitu idiom penuh
dan idiom sebagian, contoh:
a.
Idiom
penuh : meja hijau, membanting tulang
b.
Idiom
sebagian : daftar hitam, koran kuning.
2.12
Makna
Peribahasa (الأمثال)
Berbeda dengan idiom yang maknanya tidak dapat
diramalkan secara leksikal maupun gramatikal, maka yang disebut peribahasa
memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya.
Karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa.[19]
Umpamanya, peribahasa seperti anjing dan kucing yang bermakna “ihwal dua orang
yang tidak pernah akur’. Makna ini
memiliki asosiasi bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersuara
memang selalu berkelahi, tidak pernah damai. Contoh lain, peribahasa tong
kosong nyaring bunyinya yang bermakna orang yang banyak cakapnya biasanya tidak
berilmu. Makna ini dapat dari asosiasi tong yang berisi bila dipukul tidak
mengeluarkan bunyi yang keras dan nyaring.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar