Perkembang Islam di
Tanah Nusantara sudah berlangsung begitu lama, Tepatnya Pada Zaman
Kerajaan-kerjaan di Indonesia, Seiring Dengan Masuknya Islam, Maka terjadi
sebuah Asimilasi dan akurturasi kebudayaan yang terjadi Pada Corak Kerajaan.
Berbicara Tentang Bentuk awal Negara yang ada di Asia Tenggara Saat ini,
Merupakan Sebuah perjalan Panjang Dari Sebuah Kesultanan Besar yang Berbangsa
Melayu, Setelah Berbagai Tahap Perubahan, baik dikarenakan Penjajahan atau
beberapa kepentingan Lainnya, Maka Kekuasaan Itu Berubah Menjadi Negara yang
merdeka dengan Kedaulatan Mereka Masing-masing, sebut saja Indonesia, Malaysia,
Brunei, dan lainnya.
Menilik sejarah
merupakan Hal yang Rumit, karna banyak memiliki keterkaitan satu dan lainya,
Sebut saja Nusantara ini, walaupun Negara kita berbeda dengan Malaysia, Brunei
dan Lainnya, Namun tak bisa kita pungkiri, bahwa kita masih memiliki satu
kesamaan, yaitu bangsa melayu, dan dalam perjalananya memiliki satu ideologi
yang sama, yaitu Islam. Ironis kadang, apa yang kita sering lihat dipelbagai
media, jika suatu waktu Negara yang saling memilik banyak kesamaan dan dalam
bahasa keluarga masih memiliki tali persaudaraan yang kuat, kadang cekcok dan
ada sebuah ketegangan. Terlepas dari itu semua, ada sebuah Rencana Besar
dibalik itu semua, yang kita sebut ideologi, yang dalam Hal ini, kita atas
namakan Islam, perlu kita Tilik sejarah dan apa yang berkaitan Dengan Hal itu,
Sehingga Terang Masa Lalu yang semula Redup oleh perubahan Zaman.
Menindak lanjuti
tentang awal perkembang Islam dan Fase penyebarannya, kita akan juga menilik
nilai-nilai yang dibawa oleh bangsa dimana tempat agama islam pertama kali
dilahirkan, baik itu kebudayaan, ciri khas dan juga bahasa yang digunakan pada
saat penyebarannya.
BAB II
A. Indonesia
1. Sejarah
Singkat Masuknya Islam Ke Indonesia
Sejarah telah membuktikan bahwa Islam telah masuk ke
Indonesia pada abad ke7M/1H. Tetapi baru
meluas pada abad ke 13M. Pembentukan dan pengembangan masyarakat Islam yang
pertama melalui berbagai kontak, seperti jual beli, perkawinan, dan dakwah
langsung. Dari situlah seperti terjadi proses pendidikan dan pengajaran Islam,
meskipun dengan cara yang sangat sederhana. Islam sebagai sebuah pemerintahan
hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah masuk ke
Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada
jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang
menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah
di Asia Barat sejak abad 7[1].
Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7,
seorang pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab
muslim di pesisir pantai Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh
kepada institusi politik yang ada.
Hal ini nampak ada Tahun
100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim
surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan Bani
Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat
itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga
cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah,
yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang
mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus
yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab
yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan
kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak,
tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya
seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.”
Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang
semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama 'Sribuza Islam'.
Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut
Budha. Islam
terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam.
Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12
November 839 M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di
kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayanullah.
Kesultanan Islam kemudian semakin menyebarkan
ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu
sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap mempertahankan
mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan
Kristen dan Islam ditahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada
mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan
di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh
merupakan utusan dari pemerintahan Islam yang datang dari luar
Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja
melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari
penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan
meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli
kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Bersama dengan itu, masuknya Islam ke Indonesia juga
atas usaha para wali sembilan (wali songo) yang menyebarkan Islam, terutama
daerah Jawa dan sekitarnya.
b. Pendidikan
Bahasa Arab di Indonesia
Membahas tentang perkembangan pendidikan Bahasa Arab
yang ada di Indonesia, tidak terlepas dari pendidikan Agama Islam itu sendiri,
karena Bahasa Arab adalah salah satu objek atau bagian yang dikembangkan dalam
pendidikan di Indonesia yang pada mulanya belum ada di Indonesia. Jadi, dapat
dikatakan bahwa Bahasa Arab di Indonesia lahir bersamaan dengan datangnya Islam
ke Indonesia. Dengan demikian, perkembangan pendidikan Islam, khususnya Bahasa
Arab sama tuanya dengan Islam itu sendiri.[2]
Hal tersebut adalah pengalaman dan
pengetahuan yang penting untuk perkembangan Islam dan umat Islam di Indonesia,
baik kualitas dan kuantitas.
Perkembangan Bahasa Arab yang sejalan dengan
perkembangan pendidikan Islam adalah dapat dilihat pada beberapa fase dalam
periodesasi berikut:
- Periode Era Prakolonial (abad ke-13-abad ke-15), yaitu mulai munculnya kerajaan-kerajaan Hindu Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan
- Periode Era Kolonial masuknya orang-orang Eropa (terutama Belanda yang menginginkan rempah-rempah dan mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad (1596-1942)
- Periode Penjajahan Jepang (1942-1945)
- Era Kemerdekaan Awal (1945-1966), yaitu pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sampai jatuhnya Soekarno
- Era Orde Baru 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966-1998)
- Era Reformasi yang berlangsung sampai sekarang.
Berikut perkembangan Bahasa Arab dan Pendidikan Bahasa
Arab yang ada di Indonesia dalam beberapa periode:
1.
Era Prakolonial (abad ke-13-abad ke-15)
1.1.
Masa Awal
Masuk Islam Ke Indonesia
Secara umum, saat itu komunitas
muslim terbentuk karena adanya komunikasi antar individu, melalui jual beli,
perkawinan dan dakwah secara langsung. Dalam penyebaran Islam, berarti juga
pengenalan terhadap Al-Quran dan Bahasa Arab tidak ada paksaan. Di periode ini,
terdapat beberapa hal yang menjadi cirinya, antara lain[3]:
a.
Materi pelajaran
pertama adalah bersyahadat
b.
Mulai
didirikan masjid untuk sholat
c.
Pelajaran
saat itu adalah belajar abjad Arab (hijaiyyah) tanpa menulis
d.
Membaca
Al-quran dengan menirukan guru dengan
irama yang benar dan baik tanpa memahami isi
e.
Metode
penyampaian materi dengan sorogan dan halaqah
1.2.
Masa
Kerajaan Islam
Jika membahas tentang
keberadaan kerajaan Islam, maka jumlahnya cukup banyak. Namun dalam tulisan ini
akan dibahas beberapa kerajaan saja yang saat itu mengalami kemajuan, antara
lain:
a.
Kerajaan
Perlak (Selat Malaka), kerajaan ini memiliki majlis ta`lim tinggi yang khusus
bagi murid yang sudah alim, yaitu dengan membahas dan mendalami kitab yang
berbobot seperti Kitab Al-Umm karangan Imam As-Syafi`i.
b.
Kerajaan
Islam Mataram (1575-1757). Setelah pusat kerajaan Islam berpindah dari Pajang
ke Mataram, maka terdapat bebarapa perubahan, antara lain:
ü Didirikannya beberapa tempat pengajian quran
dan pengajian kitab
ü Kitab yang diajarkan ditulis dalam Bahasa Arab
lalu diterjemahkan kata demi kata ke bahasa daerah
ü Pelajaran meliputi Usul 6 Bis, kemudian matan
taqrib dan Bidayatul Hidayah
ü Terdapat pesantren besar yang khusus membahas
kitab-kitab besar dalam Bahasa arab
ü Juga diajarkan nahwu dan sharaf
ü Metode yang digunakan adalah hafalan
1.3.
Tulisan
Arab Di Masa Awal Islam Dan Masa Kerajaan Islam
a.
Awal
Keberadaan Tulisan Arab Melayu. Di nusantara tulisan yang
berkembang ialah tulisan Arab Melayu. Tulisan arab melayu adalah tulisan Arab
yang diadaptasikan oleh bahasa Melayu untuk pengejaannya seperti yang kita
pahami sekarang ini. Artinya huruf yang dipakai adalah huruf-huruf Arab dengan
bahasa Melayu, atau dengan ejaan Melayu. Di tempat lain tulisan Melayu ini
disebut dengan Arab Jawi atau sejenisnya.[4]
Tulisan Jawi telah lama ada dalam khasanah kebudayaan
melayu yang diperkirakan sekitar abad ke 10 Masehi atau 3 Hijrah hingga kemasa
kini dan ia berasal daripada tulisan Arab. Tulisan inilah yang membangun
kebudayaan melayu dan tulisan ini jugalah yang kemudian mengantarkan menuju
bahasa Melayu yang kemudian berkembang menjadi Bahasa Indonesia. Keberadaan
tulisan arab melayu di Nusantara identik dengan penyebaran Islam ke daerah
melayu. Masa sejak awal abad ke-13 M sampai penghujung abad ke-15 M dalam
khazanah kesusastraan melayu disebut masa peralihan[5].
Bukti historis bahwa adanya tulisan jawi dalam kebudayaan Melayu lama dapat dilihat pada bahan-bahan
bertulis seperti : batu bersurat, manuskrip lama, kertas lama, majalah, batu
nisan, bahan-bahan yang dibuat daripada logam, kulit, alat senjata , batu
lontar, tembikar dan sejenisnya, ukiran-ukiran pada masjid, rumah, dan istana,
azimat, rajah atau penangkal. Penemuan pertama batu nisan yang tertulis dalam
bahasa Arab di Sumatera bertarikh 55 Hijrah atau setara dengan 674 M. Selain
itu juga ditemukan di Kedah bertarikh 290 Hijrah. Kedua hal ini jelas telah
menunjukkan bahwa tulisan Jawi berasal dari orang Arab yang kemudian telah
disesuaikan dengan menambahkan beberapa huruf tambahan kepada huruf Arab untuk
menyesuaikannya dengan gaya bahasa orang Melayu. Penambahan ini lebih kepada melengkapi
ejaan yang tidak ada dalam bahasa Arab tetapi ditemui dalam bahasa Melayu. Yang
kedua, masih di abad 14, pada tahun 1310, ditemukan syair tentang keislaman
yang ditulis dalam bahasa Melayu dengan huruf Jawi di Minya Tujoh, Aceh.
Karenanya para pakar sepakat bahwa perkembangan karya ulama yang ditulis dengan
huruf Jawi sudah berkembang pada Abad 14 pada massa Kekhalifahan Samudra Pasai
dan Kekhalifahan Islam lain di Semenanjung Malaka.[6]
b.
Keberadaan
Tulisan Arab Melayu Pada Abad Pertengahan. Tulisan arab
melayu pada abad pertengahan merupakan tulisan pemerintahan atau tulisan resmi
bagi raja-raja keturunan melayu yang berada di daerah nusantara. Contohnya
Sultan pertama Sulu (Paduka Mahasari Maulana al-Sultan Sharif ul-Hashim) yang
memerintah tahun 1450-1480 adalah berasal dari Sumatra. Sultan ini menikah
dengan putri Rajah Baguinda yang berasal dari Minangkabau ('Menangkabaw' dalam
istilah di Mindanao). Dalam acara pelamarannya Paduka Mahasari Maulana
al-Sultan Sharif ul-Hashim membuat lamaran dengan tulisan arab melayu untuk di
sampaikan kepada Rajah Baguinda. Aksara yang digunakan di Mindanao dan Sulu
sebelum datangnya pengaruh kolonial Spanyol adalah dalam huruf /Yawi/ (Arab
Melayu). Buku-buku agama ketika itu adalah dalam huruf Yawi, sama halnya dengan
tradisi penulisan di Thailand Selatan (Patani) dan juga di
kesultanan-kesultanan Islam di Indonesia masa silam.[7]
2.
Era Kolonial (1596-1942)
Pendidikan Islam, termasuk pengajaran Bahasa Arab pada
awalnya hanya didasarkan pada sistem kedaerahan yang tidak terkoordinir dan
terpusat. Sebagaimana diketahui, bahwa kehadiran Belanda melalui perdagangan
adalah dengan membawa misi gold, gospel, glory.[8]
Hal itu mendatangkan berbagai reaksi dan pertentangan dari Bangsa Indonesia.
Kedatangan Belanda ke Indonesia adalah dengan membawa
kemajuan tekhnologi, namun sayangnya itu hanya untuk melancarkan penjajahan
mereka. Hal tersebut juga merugikan kondisi pendidikan Islam saat itu, namun
demikian pendidikan Islam dapat
dikatakan mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagaimana mestinya.
2.1. Masa
lama (sebelum tahun 1900 M)
Secara umum, sistem
atau model dan kondisi pendidikan Islam yang terjadi sebelum tahun 1900M adalah
mengalami kemunduran akibat penjajahan, tidak hanya di Pulau Jawa tetapi di
seluruh Indonesia.[9]
Ø
Pengajaran Al-quran
- Pendidikan Bahasa Arab dimulai dengan mempelajari abjad huruf Arab (hijaiyyah) dan langsung menirukan bacaan guru
- Sistem dan cara pengajaran Al-quran diseluruh Indonesia sama, tapi kitab yang digunakan berbeda, di Jawa memakai Kitab Turutan[10]
- Qari` yg mula-mula pandai mengucapkan Quran dengan betul dan tepat serta dengan suara yang merdu adalah Syekh Abdurrahman (1900M) dari Batu-Ampar, Payakumbuh[11]
- Metode pengajaran Al-quran yang digunakan adalah Qaidah Baghdadiyah, kemudian diajarkan titik huruf-huruf itu
Ø
Nahwu Dan Sharaf
a. Pelajaran
yang mula-mula diajarkan ialah ilmu sharaf, dimulai dengan menghafal kata-kata
Arab serta artinya dalam Bahasa Melayu, misalnya: Dlammun baris di depan:
raf`un mitsil, dan seterusnya. Kemudian diajarkan macam-macam dhomir, serta
artinya. Setelah itu diajarkan tasrif, yaitu fi`il madhi, mudhori`, masdar, dan
seterusnya[12].
b. Kitab yang
dipakai untuk pelajaran sharaf adalah Kitab Dhammun[13]
c. Setelah hafal
Kitab Dhammun[14],
diajarkkan Nahwu dengan memakai Kitab Al-`Awamil, setelah tamat kitab tersebut,
dilanjutkan Kitab Al-Kalamu[15]
Ø
Tulisan Arab
Pada abad 16-17,
juga ditemukan mansukrip seperti, Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Melayu,
Hikayat Aceh, Hikayat Hasanuddin, Babat Tana Jawi, Babad Cirebon, Babat Banten,
Carita Purwaka Caruban Nagari. Di Nusa Tenggara ditemukan Syair Kerajaan Bima,
Sangaji Kai Catatan Kerajaan Bima. Dari Maluku ada Hikayat Hitu. Di Sulawesi
ada Hikayat Goa, Hikayat Wajo dan lainnya. Di Aceh, pada abad 16-17 terdapat
cukup banyak penulis manuskrip. Misalnya, Hamzah Fansuri, yang dikenal sebagai
tokoh sufi ternama pada masanya. Kemudian ada Syekh Nuruddin ar-Raniri alias
Syeikh Nuruddin Muhammad ibnu 'Ali ibnu Hasanji ibnu Muhammad Hamid ar-Raniri
al-Quraisyi. Ia dikenal sebagai ulama yang juga bertugas menjadi Qadhi al-Malik
al-Adil dan Mufti Muaddam di Kesultanan Aceh pada kepemimpinan Sultan Iskandar
Tsani abad 16. Salah satu karyanya yang terkenal berjudul Bustanul Salatin. Syeikh Abdul Rauf
al-Singkili yang juga ditetapkan sebagai Mufti dan Qadhi Malik al-Adil di
Kesultanan Aceh selama periode empat orang ratu, juga banyak menulis
naskah-naskah keislaman. Pada tahun 1812 (sekitar 100 tahun sebelum kajian
Shellabear), Marsden telah memperkatakan keberadaan aksara Arab Melayu dalam
bukunya A Grammar of the Malayan Language. R.O. Winstedt (1913) juga mengulas
tentang sistem ejaan Arab Melayu dalam bukunya Malay Grammar. Sedangkan di
kalangan orang Melayu, Raja Ali Haji diakui sebagai tokoh yang mula-mula sekali
memperkatakan sistem ejaan Arab Melayu seperti yang tercatat dalam bukunya
Bustan al-Katibin, diteruskan oleh Muhammad Ibrahim (anak Abdullah Munsyi).[16]
Ø
Metode Pembelajaran Bahasa Arab
- Metode penyampaian materi ada dua, sistem sorogan[17] dan halaqah[18]
- Metode untuk mempelajari sharaf hanya dengan menghafalkannya tanpa digunakan pada kalimat
- Metode pengajaran nahwu ada tiga, yaitu membaca matan dalam Bahasa Arab, menerjemahkannya kata demi kata dan menerangkan maksudnya.
2.2 Masa
Perubahan (1900-1908)
Di Sumatra di masa
ini, telah banyak para santri dan guru agama yang naik haji dan bermukim di
Mekkah, serta melanjutkan studinya di sana. Setelah bertahun-tahun di sana,
mereka kembali ke Indonesia dan mengajarkan ilmu yang mereka dapatkan, sehingga
mutu pelajaran di Indonesia hampir sama dengan di Mekkah.[19]
Ø
Pengajaran Al-quran
ü Menggunakan
seperti cara yang lama
ü Qari` quran
semakin banyak, seperti H. M. Arif Padang, H. Rasyid Biaro Bukit Tinggi, dan
lain-lain
Ø
Nahwu Dan Sharaf
ü Diantara
kitab Nahwu yang dipelajari: Ajrumiyah, Asymawi, Syekh Khalid, Azhari, Qathrun
Nada, Alfiyah, Asymuni, dan sebagainya.
ü Diantara
kitab sharaf yang dipelajari: Al-kailani, Taftazani, dan lain-lain
ü Pelajaran
nahwu diajarkan lebih dulu dari pada sharaf
Ø
Tulisan Arab
Tidak mengalami perubahan, yaitu kondisinya sama
dengan pada masa lama.
Ø
Metode Pembelajaran Bahasa Arab
ü Pelajaran
nahwu, sharaf dan yang lainnya dipelajari dalam berbagai kitab
ü Mula-mula
guru membacaka matan kitab dalam Bahasa Arab, menerjemahkan ke Bahasa Melayu
lalu menerangkan maksudnya
ü Cara
pengajian kitab ada dua yaitu tingkat rendah dan tingkat tinggi
2.
Periode Penjajahan Jepang (1942-1945)
Di periode ini,
Jepang lebih mengutamakan kerja fisik dan gerak rakyat Indonesia dan Jepang
tidak menghiraukan kepentingan agama, sehingga pendidikan Islam lebih leluasa
bergerak dari pad di zaman Belanda. Namun, karena fisik telah digunakan untuk
kerja keras, maka pendidikan saat itu hanya dilakukan sore hari di Madrasah
Awaliyah.[20]
Sedangkan untuk pengajaran Al-quran, Bahasa Arab, metode dan kurikulumnya tidak
mengalami perubahan yang siknifikan.
3.
Era
Kemerdekaan Awal (1945-1966)
Secara singkat, setelah Indonesia merdeka, pendidikan
mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Di era ini muncul pesantren
Indonesia klasik, madrasah diniyah dan madrasah-madrasah swasta. Untuk pengajaran
agama dan termasuk Bahasa Arab diajarkan melalui jenjang madrasah yang lebih
teratur dan rapi daripada diera sebelumnya.[21]
Susunan Madrasah di era ini adalah:
a.
SRI
(tingkat ibtidaiyah/6 tahun) mempelajari ilmu umum dan agama (tanpa Bahasa
Arab)
b.
SMPI (Tingkat
Tsanawiyah/4 tahun) mempelajari ilmu agama, pengetahuan umum dan Bahasa Arab
c.
SMAI
(Tingkat Tsanawiyah Atas/4 tahun) mempelajari ilmu agama, pengetahuan umum dan
Bahasa Arab (diperluas)
d.
Universitas
Islam (Tingkat Tinggi/4 tahun) di bagi dalam beberapa fakultas, termasuk
Fakultas Bahasa Arab
Dan di pelajaran Bahasa Arab meliputi bercakap-cakap, mengarang,
membaca, nahwu, sharaf dan imlak. Sedangkan perjalanan kurikulum pendidikan di
era ini adalah Rencana Pelajaran 1947[22],
Rencana Pelajaran Terurai 1952[23]
dan Kurikulum 1964.[24] Yang semua kurikulum ini
masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya
meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya.
4.
Era
Orde Baru 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966-1998)
Ø Tulisan
Arab
Penggunaan tulisan Arab Melayu (Armel) atau Tulisan Jawi
(Tulwi)di Indonesia pada tahun 70-an
hingga 80-an pemerintah menggalakkan program penuntasan buta aksara. Seluruh
masyarakat diajarkan membaca latin. Jika saja ada yang tidak bisa membaca
tulisan latin, maka mereka dicap sebagai buta aksara, sekalipun Ia mampu dan
lancar menulis dan membaca Arab Melayu. Artinya pada masa itu pemerintah tidak
mengakui Arab Melayu.
Ø Kurikulum
Pendidikan
Di era ini,
kurikulum yang digunakan adalah berubah-berubah sesuai dengan kebutuhan
masyarakat terhadap pendidikan itu sendiri.
- Kurikulum 1968 yang berorientasi pada pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan danKhusus Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan
- Kurikulum 1975 yaitu kurikulum yang berorientasi pada tujuan, menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integrative, menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
- Kurikulum 1984 Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan
5.
Era
Reformasi yang berlangsung sampai sekarang.
Ø Tulisan
Arab
Penggunaan tulisan Arab Melayu (Armel) atau Tulisan Jawi
(Tulwi)di Indonesia sekarang bisa dikatakan sudah hampir punah. Kalau pun
dipelajari pada Pondok Pesantren, lebih mengutamakan tulisan Arab gondol/Kitab
Kuning. Demikian kondisinya juga pada sekolah-sekolah umum, tidak pernah lagi
diajarkan kepada murid.1 Seiring dengan perkembangan zaman, lambat-laun tulisan
ini ditinggalkan masyarakat. Bukan berarti model tulisan ini tidak bisa
mengikuti perkembangan zaman, tidak sama sekali, namun yang menyebabkan Ia
ditinggalkan karena kebijakan dari pemerintah kita sendiri. Salah satu
contohnya, pada tahun 70-an hingga 80-an pemerintah menggalakkan program
penuntasan buta aksara. Seluruh masyarakat diajarkan membaca latin. Jika saja
ada yang tidak bisa membaca tulisan latin, maka mereka dicap sebagai buta
aksara, sekalipun Ia mampu dan lancar menulis dan membaca Arab Melayu. Artinya
pada masa itu pemerintah tidak mengakui Arab Melayu yang telah melekat di
tengah masyarakat kita. Gerakan untuk mengembangkan Bahasa Arab di
zaman sekarang tanpa ada batasan dan bebas untuk mengekspresikannya. Sekolah-sekolah
sudah mempelajarkan Bahasa Arab dan di Aceh, sebagai contoh telah menerapkan
ajaran Islam. Hanya saja, kebanyakan masyarakat kita menggunakan Bahasa
Arab hanya sebagai sarana sholat saja tidak sebagai sarana komunikasi.
B. Malaysia
- Sejarah
Negara Malaysia
Malaysia, negera merdeka di Asia
Tenggara, terdiri dari bekas federasi Malaya ( Negara bagain Johor, kedah,
kelantan, malaka, negeri sembilan, perak, perils, selangor, dan trengganu) dan
bekas jajahan inggris dari serawak dan selatan Kalimantan ( dulu Sabah ).
Wilayahnya terbentuk sabit hampir 2.575 km memanjang dari perbatasan Thailand
sampai laut sulu.
Sejarah modern Malaysia dimulai pada
abad ke-14 dan ke -15 dengan kerajaan Malaya dari malaka. Sedikitnya 100 tahun
lebih- Masa keemasan Malaya- kemakmuran ini dan kerajaan yang sedang berkembang
adalah pusat penyebaran utama islam dan pusat kegiatan politik dan ekonomi
dunia Malaya. Bagian yang sungguh-sungguh dari apa yang dikenalkan oleh
kekuasaan Raja Malaka. Setelah kedatangan portugis, kesultanan Malaya mengalami
kehancuran tidak pernah lagi dilindungi, Malaka pernah dikuasai Prancis pada
tahun 1511, belanda pada tahun 1641 dan inggris pada tahun 1985[25].
- Islam
dan Malaysia
Di Malaysia dapat dikatakan bahwa
program-program dan orientasi kelompok-kelompok
dakwah dan pemerintahan telah menjadi katalis sehingga mereka telah
mendorong menjamurnya kegiatan-kegiatan keislaman di negeri ini, baik dalam
tingkat regional maupun nasional. Kebangkitan ini terus berkembang dengan the
actor atau kunci (da’i) yang terdiri dari : kelompok-kelompok dakwah, partai
islam, pemerintah, dan kerajaan. Sumber-sumber bagi penyegaran islam atau
dakwah islam dalam politik dan masyarakat islam dapat dijelaskan melalui
perspektif sejarah atau realitas sekarang.
Pertama, secara historis dapat dilihat sejak kelahiran
Koran reformis al-iman 1906, Malaysia menyaksikan masa-masa aktifitas keislaman
yang intensif pada tahun 30-an dan 40-an. Dunia keisalaman banyak diwarnai
reformis (kaum muda) dan kelompok Tradisional (kaum Tua). Dan inilah yang
menambah khazanah pemikiran negeri jiran tersebut.
Kedua, perkembangan dari local negeri ini dalam artian
peristiwa-peristiwa local yang mendorong mobilisasi peredaran umat muslim dalam
skala yang besar, serta naiknya islam ke pusat masyarakat dan politik Malaysia.
Pada tingkat local patronasi pemerintah Malaysia atas islam juga telah
menjadikan dirinya sebagai alat dalam penyelenggaraan etos islam di negeri itu,
hal ini dikuatkan dengan kebijakan yang sangat mendukung aktivitas keislaman[26].
- Perkembangan
Bahasa arab dimalaysia
Ada Benang Merah Antara
Berdirinya Negara Malaysia Dengan kerajaan yang Ada dipulau Sumatra yang
kebanyakan Bangsa Melayu, yang dikemudian Menjadi Cikal Bakal Negara Tersebut.
Dimasa Lampau Kesultanan
yang ada ditanah melayu ini, sangat kental dalam Mengenalkan islam, Dan dalam
Perjalannya Banyak memiliki kesamaan dengan kesultanan yang ada dipulau
Sumatra, baik dari segi dakwah islam dan perkembang Bahasa Arab didalamnya,
sebut saja kesultanan kedah, perlak, dan trengganu yang masih memegang syariat
islam. Diera Modern ini, Negara Malaysia adalah salah satu Negara, Yang
menjadikan Islam Adalah Agama Resmi Negara. Salah 1 yang berperan penting dalam
Hal ini, PAS (partai islam se-malaysia) yang didirikan tahun 1951 memainkan
peran dakwah yang cukup berarti. Tuntutan mereka adalah terbentuknya suatu
Negara Islam, di mana Islam tidak hanya sebatas praktik kehidupan pribadi,
tetapi melingkupi urusan-urusan politik dan ekonomi Negara. PAS berhasil
memenangkan pemilu dan memimpin di beberapa negeri bagian. Basis utamanya
adalah di negeri kelantan. Ada pula Gerakan Darul Aqrom yang Memilik
pandangan sama dengan Pas, Namun Ia lebih Luas lagi cakupannya, Yaitu
membiasakn Pola hidup AlQur’an dan Budaya Arab Baik disekolah dan keluarga dan
masyarakat[27].
C. Thailand
- Sejarah Thailand
Muslim di Tailand Selatan memiliki
identitas etnis dan agama yang berbeda dengan mayoritas penduduk (dan juga
pemerintah) Thailand. Muslim memiliki bahasa Melayu dan beragama Islam, dua identitas
budaya dan agama yang menjadi bagian dari Bangsa Patani. Mereka selama ratusan
tahun terbentuk dalam Kerajaan Islam Patani.
Jumlah penduduk Muslim di Thailand
sekitar 15 persen, dibandingkan penganut Buddha, sekitar 80 persen. Mayoritas
Muslim tinggal di Selatan Thailand, sekitar 1,5 juta jiwa, atau 80 persen dari
total penduduk, khususnya di Patani, Yala dan Narathiwat, tiga provinsi yang
sangat mewarnai dinamika di Thailand Selatan. Tradisi Muslim di wilayah ini
mengakar sejak kerajaan Sri Vijaya yang menguasai wilayah Asia Tenggara,
termasuk Thailand Selatan.
Thailand Selatan terdiri dari lima
provinsi: Pattani, Yala, Narathiwat, Satun dan Songkhla, dengan total penduduk
6.326.732 (Kantor Statistik Nasional, Thailand, 2002). Mayoritas penduduk Muslim
terdapat di empat provinsi: Pattani, Yala, Narathiwat dan Satun, yaitu sekitar
71% di perkotaan, dan 86 % di pedesaan (YCCI, 2006: 34), sedangkan di Songkhla,
Muslim sekitar 19 %, minoritas, dan 76.6 % Buddha. Sementara mayoritas penduduk
yang berbahasa Melayu, rata- rata 70 persen berada di tiga provinsi: Pattani,
Yala dan Narathiwat, sementara penduduk berbahasa China, ada di tiga provinsi:
Narathiwat, 0.3 %, Pattani, 1.0 %, dan Yala, 3.0 % (Sensus Penduduk, Thailand,
2000).[28]
- Masuknya Islam ke Thailand Selatan
Mengenai masuknya Islam ke Thailand,
ada yang mengatakan Islam masuk ke Thailand pada abad ke-10 melalui para
pedagang dari Arab dan ada yang mengatakan Islam masum ke Thailand melalui
Kerajaan Samudra Pasai di Aceh.[29]
Dahulu, ketika Kerajaan Samudera Pasai
ditaklukkan oleh Thailand, banyak orang-orang Islam yang ditawan, kemudian di
bawa ke Thailand. Para tawanan itu akan dibebaskan apabila telah membayar uang
tebusan. Kemudian para tawanan yang telah bebas itu ada yang kembali ke
Indonesia dan ada pula yang menetap di Thailand dan menyebarkan agama Islam.
Wilayah Thailand yang dihuni oleh
orang-orang Islam adalah wilayah bagian selatan yang berbatasan langsung dengan
Malaysia. Muslim di Thailand merupakan golongan minoritas, karena mayoritas penduduknya
beragama Budha. Daerah-daerah muslim di Thailand bagian selatan adalah Pattani,
Yala, Satun, Narathiwat, dan Songkhla.
Kaum muslimin di Thailand yang
terkenal dengan nama Patani memiliki perasaan kuat tentang jati dirinya, karena
daerah Patani pada awal abad ke-17 pernah menjadi salah satu pusat penyebaran
Islam di Asia Tenggara.
Pemerintah Thailand berusaha
memasukkan daerah-daerah paling selatan itu ke negeri Thai. Hal ini dilakukan
pada masa Raja Chulalongkom pada tahun 1902. Patani dijuluki tempat kelahiran
Islam di Asia Tenggara. Bahkan, seorang Patani, Daud ibn Abdillah ibn Idris
al-Fatani diakui sebagai seorang ulama terkemuka mengenai ilmu-ilmu Islam di
Asia Tenggara.
Daerah yang sekarang disebut Thailand
selatan pada masa dahulu berupa kesultanan-kesultanan yang merdeka dan
berdaulat, diantara kesultanan yang terbesar adalah Patani. Pada abad ke empat
belas masuklah Islam ke kawasan itu, raja Patani pertama yang memeluk Islam
ialah Ismailsyah.
Mesjid pertama yang di bangun di
negara ini adalah Masjid Kru Se. Masjid ini sangat bersejarah karena didirikan
pada abad 15, masjid tertua di Thailand. Satu periode dengan masa kejayaan
Islam pada Khalifah Abbasiyah.
A.
Kesultanan
yang ada di Thailand Selatan
Daerah yang
sekarang disebut Thailand selatan pada masa dahulu berupa kesultanan-kesultanan
yang merdeka dan berdaulat, sangat sulit mencari benang sejarah tentang
kesultanan-kesultanan lain yang ada di Thailand Selatan, hal ini di karenakan
keadaannya yang minoritas kemudian ditambah dengan tulisan-tulisan yang
membahas tentang kesultanan di sana sangat minim. Namun, diantara kesultanan
yang terbesar adalah Patani. Pada abad ke empat belas masuklah Islam ke kawasan
itu, raja Patani pertama yang memeluk Islam ialah Ismailsyah.
Kesultanan
Pattani adalah salah satu kesultanan yang ada di Thailand Selatan. Kesultanan
ini di perintah oleh kabilah Baa Alwi Kabilah Azmatkhan. Kesultanan Patani (Thailand) pada masa
sekarang dikusai oleh Kerajaan Siam (Kabilah Siam Thailand = Kerajaan Budha).
Karena letaknya yang strategis dari segi geografis,
Pattani menjadi tumpuan para pedagang dari timur maupun barat, untuk singgah di
sana sambil beristirahat ataupun berdagang. Sehingga Pattani menjadi pusat
perdagangan ketika itu. [30]
Menurut ahli Antropologi, orang Pattani berasal dari suku Jawa-Melayu.
Karena suku inilah yang pertama kali mendiami tanah Melayu. Kemudian
berdatangan pedagang Arab dan India ke daerah Pattani.[31]
Di masa lalu, Pattani, Yala, dan Narrathiwat
merupakan wilayah Kesultanan Pattani – awalnya kerajaan tertua di Semenanjung
Malaya bernama Langkasuna, yang berdiri pada abad ke-2. Ia berulangkali menjadi
wilayah vasal kerajaan lain: Sriwijaya, Nakhon Si Thammarat, Sukhothai; hingga
kembali menjadi wilayah otonom pada abad ke-15 dan menjadi kerajaan Islam
bernama Kesultanan Pattani.[32]
Pattani sempat berjaya di era Sultan Muzaffar Shah pada
pertengahan abad ke-16. Sultan
mendirikan masjid pertama, Krisek atau Krue Se, di provinsi Pattani yang
berarsitektur Timur Tengah. Zaman keemasan berlanjut para era empat ratu yang
memerintah sejak 1584: Ratu Hijau, Ratu Biru, Ratu Ungu, dan Ratu Kuning.
Kekuatan ekonomi dan militernya mampu menghadapi empat kali invasi kerajaan
Siam dengan bantuan kesultanan Pahang dan Johor – kini bagian dari Malaysia.
“Pada abad ke-17, kerajaan itu
muncul sebagai pusat utama ilmu pengetahuan Islam di dunia Melayu, dihormati
oleh banyak kesultanan, setara dengan kesultanan Aceh yang prestisius,” tulis
Chalk.
Pattani mengalami kemunduran
ketika Ayudhya atau Ayutthaya, cikal-bakal kerajaan Siam, menginvasinyapada
1688. Sultan Muhammad, yang berkuasa di Pattani saat itu, terbunuh dalam
pertempuran. Kota Pattani dibumihanguskan. Pattani sendiri mengalami konflik
internal, yang kian memudarkan kejayaan mereka.
Pattani kembali merdeka
setelah Ayudhya kalah perang dari Burma. Setelah lama berada di bawah
cengkeraman Burma, pada abad ke-18, Dinasti Chakkri di bawah Raja Rama I
kemudian berhasil menyatukan kembali kerajaan Siam. Siam bangkit kembali dan
bahkan lebih kuat. Dipimpin Pangeran Surasi, adik dari Raja Rama I, “pasukan
Siam menginvasi Pattani pada 1786 dan membagi kerajaan Muslim itu menjadi tiga
provinsi,” tulis Karl R. deRouen dan Paul Bellamy dalam International
Security and the United States: an Encyclopedia, Volume 2.
Setelah dikuasai oleh kerajaan
Siam, wilayah Pattani menjadi daerah yang merupakan wilayah Thai-Budha. Hal
didasarkan atas perjanjian penentuan daerah antara Kerajaan Thailand pada masa
pemerintahan Raja Chulalongkorn dan pemerintahan kolonial Inggris di Malaya,
yang mengharuskan wilayah Pattani dan sekitarnya menjadi wilayah kekuasaan
Thailand pada 1902. Sebenarnya, masyarakat Muslim di Thailand itu lebih suka
bergabung dengan Malaya, sekalipun di bawah pemerintahan Inggris, karena
memiliki akar budaya yang sama. Tapi sejarah menentukan lain; dan dampaknya
terasa hingga kini.[33]
B.
Keadaan
Thailand Selatan Sesudah Masa Kesultanan
Jatuhnya Pattani ke tangan Siam (Thailand) pada tahun
1785 dan diikuti dengan perjanjian bermaterai Inggris-Siam pada tahun 1909,
menjadi awal bagi kesengsaraan orang Melayu Islam Pattani yang membawa kepada
berakhirnya pemerintahan raja-raja Melayu Pattani. Para tahanan perang dibawa
ke Bangkok dengan mengikat dan merantainya, kemudian dijadikan budak dan buruh
kasar pemerintahan Siam (Thailand). Para tawanan dipaksa mengorek dan menggali
batangan sungai yang menjadi nadi pergerakan ekonomi di tengah kota Bangkok
sampai saat ini. Walau corak pemerintahan Thailand telah diganti, Pattani tidak
pernah mendapat pembelaan dan layanan yang baik dan adil, mereka senantiasa
menjadi mangsa kekejaman dan keganasan pemerintah Thailand.
Sistem Thailand yang "diliberalkan" telah
memiliki capaian-capaian konkret di Thailand Selatan yang menawarkan beberapa
kesempatan modernisasi bagi kaum Melayu Muslim di Patani. Hal itu bagaimanapun
bisa semakin jelas apabila meninjau kembali pada dekade tahun-tahun
1990-an di mana sistem Thai tak sepenuhnya belajar dari pengalaman.
Sistem pembatasan terhadap Islam amatlah mudah dalam beberapa hal. Tapi
pemaksaan Negara Thailand agar bahasa Thai menjadi satu-satunya bahasa tulis
sebagai ganti bahasa Melayu telah dibayar dengan peristiwa yang belum pernah
terjadi sebelumnya. Orang-orang Buddha Thai terus merupayakan agar
mereka bisa banyak menguasai posisi-posisi pegawai kerajaan di Selatan
Thailand. (Dr. Dennis Walker)[34]
C.
Pendidikan
Bahasa Arab di Thailand Selatan
Identitas lokal di Thailand Selatan lebih dekat dengan
Kelantan dan Kedah, Malaysia. Pada masa kesultanan, Pendidikan hanya berporos
kepada pendidikan agama dan pendidikan bahasa, khususnya bahasa arab hanya
sebatas untuk kehidupan beragama, selainnya mereka lebih suka menggunakan
bahasa melayu dan dalam menulis menggunakan tulisan arab melayu, dan hal itu
berlanggsung sampai sekarang.
Masyarakat secara tradisional lebih suka menggunakan
bahasa Melayu dibandingkan bahasa Thai yang digalakkan oleh pemerintah pusat
sebagai bahasa resmi negara. Keterpaksaan masyarakat Melayu Muslim di Thailand Selatan dirasakan selama
puluhan tahun, sejak integrasi Melayu di selatan Thailand menjadi bagian dari
Kerajaan Thailand.
Pada 1909 M
Inggris mengakui bahwa daerah-daerah pecahan Pattani termasuk kawasan Kerajaan
Siam. Dan pada tahun 1939 M, Nama Siam diganti dengan Muang Thai. Bahasa Siam
menjadi bahasa kebangsaan di kawasan Selatan, di sekolah-sekolah merupakan
bahasa resmi, tulisan Arab Melayu digantikan tulisan Siam yang berasal dari
Palawa.
Pada 1923 M,
beberapa Madrasah Islam yang dianggap ekstrim ditutup, dalam sekolah-sekolah
Islam harus diajarkan pendidikan kebangsaan dan pendidikan etika bangsa yang
diambil dari inti sari ajaran Budha.
Pada saat-saat
tertentu anak-anak sekolah pun harus menyanyikan lagu-lagu bernafaskan Budha
dan kepada guru harus menyembah dengan sembah Budha. Kementrian pendidikan
memutar balik sejarah : dikatakannya bahwa orang Islam itulah yang jahat ingin
menentang pemerintahan shah di Siam dan menjatuhkan raja.[35]
Penggunakan bahasa Thai wajib
digunakan di kantor kerajaan, pemerintah, sekolah dan media. Radio, TV dan
media cetak harus menggunakan bahasa Thai sebagai medium pemberitaan. Media
elektronik, khususnya radio lokal hanya Minoritas Muslim di Thailand Selatan
diperbolehkan menggunakan bahasa Melayu tidak lebih dari 20 persen keseluruhan
programnya.
Strategi pemerintah Thailand memang membuahkan hasil.
Dalam waktu sekitar 50 tahun, banyak generasi muda Melayu Muslim lebih suka
berbahasa Thai dibandingkan bahasa Melayu, baik di sekolah maupun dalam
pergaulan sehari-hari. Tetapi mereka ’dipaksa’ keluarga untuk berbicara dalam
bahasa Melayu ketika mereka berkumpul dilingkungan keluarga.
Fenomena religius tradisional
masih bisa disaksikan di sudut-sudut dusun. Misalnya, saat kembali pulang kerja dari laut, kebiasaan mereka adalah membaca Al Qur’an di
rumah bersama keluarga. Mereka taat beribadah. Setiap kali adzan berkumandang,
segera mereka bergegas menuju masjid. Kostum sarung dan sorban merupakan
pakaian keseharian mereka. Rumah-rumah panggung, bilik bambu adalah wajah
kesederhanaan mereka. Di sana terbangun suatu komunitas religius bagaikan
sebuah perkampungan pesantren.
Dalam bidang pendidikan,
anak–anak muslim memiliki dua sekolah. Sehari-hari mereka belajar di sekolah
pemerintah sekuler Thailand dan setiap pekan mereka belajar membaca dan
memahami Al Qur’an di sekolah Islam dibimbing oleh para orang tua. Dan ada juga
yang masuk pesantren.
Pesantren Ban Tan merupakan
salah satu pesantren yang masih bertahan di daerah selatan ini, di pesantren
ini pola pendidikan dilaksanakan layaknya pesantren tradisional yang ada di
indonesia.
Singkatnya, pendidikan bahasa
arab sangat rendah dan terpinggirkan di daerah ini, hal ini karena program dan
kebijakan pemerintah untuk menjadikan bahasa thai sebagai bahasa nasional dan
kebijakan-kebijakan pendidikan yang lebih berbau agama Budha. Pendidkan bahasa
arab hanya terjadi di rumah-rumah atau perkumpulan serta di mesjid-mesjid yang
hanya berfokus pada mempertahankan agama Islam dan bagaimana agar keturunan
mereka bisa mengaji, sedangkan selebihnya itu ada yang masuk pesantren.
D. Brunei Darussalam
- Sejarah
Brunei Darussalam
Catatan-catatan dari Tiongkok dan Arab menunjukkan bahwa kesultanan Brunei telah ada sejak
setidaknya abad VII atau VIII Masehi. Kesultanan awal ini kemudian ditaklukkan
oleh Sriwijaya pada awal abad IX dan kemudian menguasai Kalimantan utara dan Filipina. Setelah itu mereka dijajah oleh Majapahit, namun berhasil memerdekakan diri dan menjadi negara yang
maju.
Kesultanan Brunei mencapai masa kejayaan dari abad XV
sampai XVII, ketika daerah kekuasaannya mencapai seluruh pulau Kalimantan dan
kepulauan Filipina. Brunei terutama paling kuat dalam masa pemerintahan sultan
kelima, Bolkiah (1473-1521), yang terkenal karena perjalanan-perjalanannya di
samudera dan menaklukkan Manila; dan pada masa pemerintahan sultan kesembilan, Hassan (1605-1619), yang mengembangkan sistem pengadilan kerajaan, yang
unsur-unsurnya masih terdapat sampai hari ini.
Setelah Sultan Hassan, kejayaan Brunei memudar karena perebutan
kekuasaan dan juga bertumbuhnya pengaruh kekuasaan kolonial Eropa di daerah itu yang, antara lain, mengacaukan jalur-jalur
perdagangan tradisional, menghancurkan dasar ekonomi Brunei dan banyak
kesultanan Asia Tenggara lainnya. Pada 1839, petualang Inggris James Brooke sampai ke Kalimantan dan menolong Sultan Brunei menumpas
sebuah pemberontakan. Sebagai imbalannya, ia menjadi gubernur dan kemudian
"Rajah Putih" dari Sarawak di Kalimantan barat laut dan kemudian mengembangkan daerah
kekuasaan di bawah pemerintahannya. Brooke tidak pernah mengambil alih
kekuasaan di Brunei, walaupun ia mencoba untuk melakukan hal itu. Ia bertanya
kepada pemerintah Britania apakah ia boleh mengakui Brunei sebagai miliknya,
namun ditolak. Walaupun Brunei diperintah dengan kurang baik, ia memiliki
perasaan dan identitas nasional, dan karena itu tidak dapat direbut oleh
Brooke.
Sementara itu, British North Borneo Company memperluas
kekuasaannya di daerah Kalimantan timur laut. Pada 1888, Brunei menjadi negara lindungan pemerintah Britania Raya,
dan walaupun tetap memegang otonomi namun di bawah kekuasaan Britania dalam
hubungan luar negeri. Pada 1906, Brunei lebih erat lagi dikuasai Britania ketika kekuasaan
eksekutif dialihkan kepada seorang Residen yang mengatur semua hal kecuali adat
dan agama lokal.
Pada 1959, sebuah undang-undang dasar baru ditulis dan mencanangkan
Brunei sebagai negara yang memerintah diri sendiri, walaupun hubungan luar
negeri, keamanan dan pertahanan tetap dipegang oleh Britania Raya, sekarang
diwakili oleh seorang Komisioner Tinggi. Sebuah usaha pada 1962 untuk memperkenalkan sebuah badan legislatif yang sebagian
anggotanya dipilih dan memiliki kekuasaan terbatas dibatalkan setelah partai
politik oposisi Partai Rakyat Brunei meluncurkan pemberontakan bersenjata, yang ditaklukkan
pemerintah dengan bantuan tentara Britania. Pada akhir 1950-an dan awal
1960-an, pemerintah juga menolak untuk bergabung dengan Sabah dan Sarawak di negara Malaysia yang baru terbentuk. Sultan
Brunei kemudian memutuskan bahwa Brunei akan menjadi negara yang terpisah.
Pada 1967, Omar Ali Saifuddin
turun tahta untuk anak laki-lakinya yang kedua, Hassanal Bolkiah, yang menjadi penguasa ke-29. Sang mantan sultan tetap
menjadi menteri pertahanan dan mengambil gelar Seri Begawan. Pada 1970, ibu kota Brunei Town diganti namanya menjadi Bandar Seri Begawan
untuk menghormatinya. Seri Begawan wafat pada 1986.
Pada 4 Januari 1979, Brunei dan Britania Raya menandatangani sebuah perjanjian
persahabatan dan kerjasama baru. Pada 1 Januari 1984, Brunei Darussalam menjadi negara merdeka.
Budaya Brunei seakan sama dengan budaya Melayu, dengan pengaruh kuat dari Hindu dan Islam, tetapi kelihatan lebih konservatif dibandingkan Malaysia. Penjualan dan penggunaan alkohol diharamkan, dengan orang
luar dan non-Muslim dibenarkan membawa dalam 12 bir dan dua botol MiRas setiap
kali mereka masuk negara ini. Setelah pemberlakuan larangan pada awal 1990-an,
semua pub dan kelab malam dipaksa tutup[36].
[1] http//wapedia.co.id
[2] Drs. Hasbullah, sejarah pendidikan Islam di Indonesia, PT
Raja Grafindo Persada,Jakarta, 1999, hlm.14
[3] Drs. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia. Hlm. 20-22
[4] www.heru.blogspot.com
[5] Yaitu masa peralihan dari peradaban Hindu ke peradaban Islam.
[6] ibid
[7] ibid
[8] Gold: mencari kekayaan dan memonopoli; gospel: menyebarkan Agama
Nasrani; glory: mencari kekuasaan (Drs. Suparman,dkk. IPS Sejarah SLTP kelas
2. Hlm. 11 )
[9] Op.cit. hlm. 227
[10] Yaitu kitab Alif, Ba,… dan juz `amma (ibid. hlm.229)
[11] Prof. H. Mahmud Yunus. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia,
hlm. 36
[12] Ibid, hlm.43
[13] Menggunakan terjemahan kedalam Bahasa Melayu, tidak diketahui
pengarang dan tahun dikarang
[14] Kitab ini hanya ada di Sumatra
[15] Yaitu Kitab Ajurumiyah yang sampai sekarang masih dipakai di pondok
pesantren dan madrasah-madrasah di dunia Islam.
[16] www.heru.blogspot.com
[17] Siswa belajar langsung dengan menghadap guru
[18] Guru menyampaikan pelajaran dengan dikelilingi siswa
[19] Op.cit. hlm. 53
[20] Op.cit. hlm. 64 dan 70
[21] Prof. H. Mahmud Yunus. Sejarah Pendidikan Islam. Hlm.131
[22] Kurikulum pertama yang lahir pada masa
kemerdekaan memakai istilah leer plan
[23] Yaitu dengan ciri Silabus mata
pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran
[25] . Studi kawasan islam, Ajid Tohir, PT Grafindo Persada : jakarta
2009, hal 337- 338
[26] . Pengantar sejarah dakwah, Wahyu ilaihi & Harjani Hefni.:
Prenda Media 2007 Hal 158
[27] . ibid : hal 160
[28] http://majalahnh.com
[29] <http://indramunawar.blogspot.com
[30] http://minang.awardspace.com
[31] http://minang.awardspace.com
[32] http://www.majalah-historia.com
[33] http://www.majalah-historia.com
[34] http://www.wahidinstitute.org
[35] <http://indramunawar.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar