Minggu, 31 Mei 2015

PENDIDIKAN BAHASA ARAB DI ASIA TENGGARA

Perkembang Islam di Tanah Nusantara sudah berlangsung begitu lama, Tepatnya Pada Zaman Kerajaan-kerjaan di Indonesia, Seiring Dengan Masuknya Islam, Maka terjadi sebuah Asimilasi dan akurturasi kebudayaan yang terjadi Pada Corak Kerajaan. Berbicara Tentang Bentuk awal Negara yang ada di Asia Tenggara Saat ini, Merupakan Sebuah perjalan Panjang Dari Sebuah Kesultanan Besar yang Berbangsa Melayu, Setelah Berbagai Tahap Perubahan, baik dikarenakan Penjajahan atau beberapa kepentingan Lainnya, Maka Kekuasaan Itu Berubah Menjadi Negara yang merdeka dengan Kedaulatan Mereka Masing-masing, sebut saja Indonesia, Malaysia, Brunei, dan lainnya.
Menilik sejarah merupakan Hal yang Rumit, karna banyak memiliki keterkaitan satu dan lainya, Sebut saja Nusantara ini, walaupun Negara kita berbeda dengan Malaysia, Brunei dan Lainnya, Namun tak bisa kita pungkiri, bahwa kita masih memiliki satu kesamaan, yaitu bangsa melayu, dan dalam perjalananya memiliki satu ideologi yang sama, yaitu Islam. Ironis kadang, apa yang kita sering lihat dipelbagai media, jika suatu waktu Negara yang saling memilik banyak kesamaan dan dalam bahasa keluarga masih memiliki tali persaudaraan yang kuat, kadang cekcok dan ada sebuah ketegangan. Terlepas dari itu semua, ada sebuah Rencana Besar dibalik itu semua, yang kita sebut ideologi, yang dalam Hal ini, kita atas namakan Islam, perlu kita Tilik sejarah dan apa yang berkaitan Dengan Hal itu, Sehingga Terang Masa Lalu yang semula Redup oleh perubahan Zaman.
Menindak lanjuti tentang awal perkembang Islam dan Fase penyebarannya, kita akan juga menilik nilai-nilai yang dibawa oleh bangsa dimana tempat agama islam pertama kali dilahirkan, baik itu kebudayaan, ciri khas dan juga bahasa yang digunakan pada saat penyebarannya.





BAB II
A. Indonesia
1.      Sejarah Singkat Masuknya Islam Ke Indonesia
Sejarah telah membuktikan bahwa Islam telah masuk ke Indonesia pada abad ke7M/1H. Tetapi  baru meluas pada abad ke 13M. Pembentukan dan pengembangan masyarakat Islam yang pertama melalui berbagai kontak, seperti jual beli, perkawinan, dan dakwah langsung. Dari situlah seperti terjadi proses pendidikan dan pengajaran Islam, meskipun dengan cara yang sangat sederhana. Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah masuk ke Indonesia  pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad 7[1]. Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Arab  menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada.
Hal ini nampak  ada Tahun 100 H (718 M) Raja  Sriwijaya Jambi  yang bernama Srindravarman  mengirim surat kepada Khalifah  Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang
mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama 'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha. Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak  didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayanullah.
Kesultanan Islam kemudian semakin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam ditahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan Islam yang datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Bersama  dengan itu, masuknya Islam ke Indonesia juga atas usaha para wali sembilan (wali songo) yang menyebarkan Islam, terutama daerah Jawa dan sekitarnya.
b.      Pendidikan Bahasa Arab di Indonesia
Membahas tentang perkembangan pendidikan Bahasa Arab yang ada di Indonesia, tidak terlepas dari pendidikan Agama Islam itu sendiri, karena Bahasa Arab adalah salah satu objek atau bagian yang dikembangkan dalam pendidikan di Indonesia yang pada mulanya belum ada di Indonesia. Jadi, dapat dikatakan bahwa Bahasa Arab di Indonesia lahir bersamaan dengan datangnya Islam ke Indonesia. Dengan demikian, perkembangan pendidikan Islam, khususnya Bahasa Arab sama tuanya dengan Islam itu sendiri.[2] Hal tersebut  adalah pengalaman dan pengetahuan yang penting untuk perkembangan Islam dan umat Islam di Indonesia, baik kualitas dan kuantitas.
Perkembangan Bahasa Arab yang sejalan dengan perkembangan pendidikan Islam adalah dapat dilihat pada beberapa fase dalam periodesasi berikut:
  1. Periode Era Prakolonial (abad ke-13-abad ke-15), yaitu mulai munculnya kerajaan-kerajaan Hindu Buddha  serta Islam di Jawa dan Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan
  2. Periode Era Kolonial masuknya orang-orang Eropa (terutama Belanda  yang menginginkan rempah-rempah dan mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad (1596-1942)
  3. Periode Penjajahan Jepang (1942-1945)
  4. Era Kemerdekaan Awal (1945-1966), yaitu pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sampai jatuhnya Soekarno
  5. Era Orde Baru 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966-1998)
  6. Era Reformasi yang berlangsung sampai sekarang.
Berikut perkembangan Bahasa Arab dan Pendidikan Bahasa Arab yang ada di Indonesia dalam beberapa periode:
1.     Era Prakolonial  (abad ke-13-abad ke-15)
1.1.   Masa Awal Masuk Islam Ke Indonesia
Secara umum, saat itu komunitas muslim terbentuk karena adanya komunikasi antar individu, melalui jual beli, perkawinan dan dakwah secara langsung. Dalam penyebaran Islam, berarti juga pengenalan terhadap Al-Quran dan Bahasa Arab tidak ada paksaan. Di periode ini, terdapat beberapa hal yang menjadi cirinya, antara lain[3]:
a.    Materi pelajaran pertama adalah bersyahadat
b.    Mulai didirikan masjid untuk sholat
c.    Pelajaran saat itu adalah belajar abjad Arab (hijaiyyah) tanpa menulis
d.   Membaca Al-quran dengan menirukan guru  dengan irama yang benar dan baik tanpa memahami isi
e.    Metode penyampaian materi dengan sorogan dan halaqah
1.2.   Masa Kerajaan Islam
 Jika membahas tentang keberadaan kerajaan Islam, maka jumlahnya cukup banyak. Namun dalam tulisan ini akan dibahas beberapa kerajaan saja yang saat itu mengalami kemajuan, antara lain:
a.          Kerajaan Perlak (Selat Malaka), kerajaan ini memiliki majlis ta`lim tinggi yang khusus bagi murid yang sudah alim, yaitu dengan membahas dan mendalami kitab yang berbobot seperti Kitab Al-Umm karangan Imam As-Syafi`i.
b.         Kerajaan Islam Mataram (1575-1757). Setelah pusat kerajaan Islam berpindah dari Pajang ke Mataram, maka terdapat bebarapa perubahan, antara lain:
ü  Didirikannya beberapa tempat pengajian quran dan pengajian kitab
ü  Kitab yang diajarkan ditulis dalam Bahasa Arab lalu diterjemahkan kata demi kata ke bahasa daerah
ü  Pelajaran meliputi Usul 6 Bis, kemudian matan taqrib dan Bidayatul Hidayah
ü  Terdapat pesantren besar yang khusus membahas kitab-kitab besar dalam Bahasa arab
ü  Juga diajarkan nahwu dan sharaf
ü  Metode yang digunakan adalah hafalan
1.3.   Tulisan Arab Di Masa Awal Islam Dan Masa Kerajaan Islam
a.     Awal Keberadaan Tulisan Arab Melayu. Di nusantara tulisan yang berkembang ialah tulisan Arab Melayu. Tulisan arab melayu adalah tulisan Arab yang diadaptasikan oleh bahasa Melayu untuk pengejaannya seperti yang kita pahami sekarang ini. Artinya huruf yang dipakai adalah huruf-huruf Arab dengan bahasa Melayu, atau dengan ejaan Melayu. Di tempat lain tulisan Melayu ini disebut dengan Arab Jawi atau sejenisnya.[4]
Tulisan Jawi telah lama ada dalam khasanah kebudayaan melayu yang diperkirakan sekitar abad ke 10 Masehi atau 3 Hijrah hingga kemasa kini dan ia berasal daripada tulisan Arab. Tulisan inilah yang membangun kebudayaan melayu dan tulisan ini jugalah yang kemudian mengantarkan menuju bahasa Melayu yang kemudian berkembang menjadi Bahasa Indonesia. Keberadaan tulisan arab melayu di Nusantara identik dengan penyebaran Islam ke daerah melayu. Masa sejak awal abad ke-13 M sampai penghujung abad ke-15 M dalam khazanah kesusastraan melayu disebut masa peralihan[5]. Bukti historis bahwa adanya tulisan jawi dalam kebudayaan  Melayu lama dapat dilihat pada bahan-bahan bertulis seperti : batu bersurat, manuskrip lama, kertas lama, majalah, batu nisan, bahan-bahan yang dibuat daripada logam, kulit, alat senjata , batu lontar, tembikar dan sejenisnya, ukiran-ukiran pada masjid, rumah, dan istana, azimat, rajah atau penangkal. Penemuan pertama batu nisan yang tertulis dalam bahasa Arab di Sumatera bertarikh 55 Hijrah atau setara dengan 674 M. Selain itu juga ditemukan di Kedah bertarikh 290 Hijrah. Kedua hal ini jelas telah menunjukkan bahwa tulisan Jawi berasal dari orang Arab yang kemudian telah disesuaikan dengan menambahkan beberapa huruf tambahan kepada huruf Arab untuk menyesuaikannya dengan gaya bahasa orang Melayu. Penambahan ini lebih kepada melengkapi ejaan yang tidak ada dalam bahasa Arab tetapi ditemui dalam bahasa Melayu. Yang kedua, masih di abad 14, pada tahun 1310, ditemukan syair tentang keislaman yang ditulis dalam bahasa Melayu dengan huruf Jawi di Minya Tujoh, Aceh. Karenanya para pakar sepakat bahwa perkembangan karya ulama yang ditulis dengan huruf Jawi sudah berkembang pada Abad 14 pada massa Kekhalifahan Samudra Pasai dan Kekhalifahan Islam lain di Semenanjung Malaka.[6]
b.    Keberadaan Tulisan Arab Melayu Pada Abad Pertengahan. Tulisan arab melayu pada abad pertengahan merupakan tulisan pemerintahan atau tulisan resmi bagi raja-raja keturunan melayu yang berada di daerah nusantara. Contohnya Sultan pertama Sulu (Paduka Mahasari Maulana al-Sultan Sharif ul-Hashim) yang memerintah tahun 1450-1480 adalah berasal dari Sumatra. Sultan ini menikah dengan putri Rajah Baguinda yang berasal dari Minangkabau ('Menangkabaw' dalam istilah di Mindanao). Dalam acara pelamarannya Paduka Mahasari Maulana al-Sultan Sharif ul-Hashim membuat lamaran dengan tulisan arab melayu untuk di sampaikan kepada Rajah Baguinda. Aksara yang digunakan di Mindanao dan Sulu sebelum datangnya pengaruh kolonial Spanyol adalah dalam huruf /Yawi/ (Arab Melayu). Buku-buku agama ketika itu adalah dalam huruf Yawi, sama halnya dengan tradisi penulisan di Thailand Selatan (Patani) dan juga di kesultanan-kesultanan Islam di Indonesia masa silam.[7]
2.       Era Kolonial (1596-1942)
Pendidikan Islam, termasuk pengajaran Bahasa Arab pada awalnya hanya didasarkan pada sistem kedaerahan yang tidak terkoordinir dan terpusat. Sebagaimana diketahui, bahwa kehadiran Belanda melalui perdagangan adalah dengan membawa misi gold, gospel, glory.[8] Hal itu mendatangkan berbagai reaksi dan pertentangan dari Bangsa Indonesia.
Kedatangan Belanda ke Indonesia adalah dengan membawa kemajuan tekhnologi, namun sayangnya itu hanya untuk melancarkan penjajahan mereka. Hal tersebut juga merugikan kondisi pendidikan Islam saat itu, namun demikian pendidikan Islam  dapat dikatakan mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagaimana mestinya.
2.1.    Masa lama (sebelum tahun 1900 M)
Secara umum, sistem atau model dan kondisi pendidikan Islam yang terjadi sebelum tahun 1900M adalah mengalami kemunduran akibat penjajahan, tidak hanya di Pulau Jawa tetapi di seluruh Indonesia.[9]
Ø         Pengajaran Al-quran
  1. Pendidikan Bahasa Arab dimulai dengan mempelajari abjad huruf Arab (hijaiyyah) dan langsung menirukan bacaan guru
  2. Sistem dan cara pengajaran Al-quran diseluruh Indonesia sama, tapi kitab yang digunakan berbeda, di Jawa memakai Kitab Turutan[10] 
  3. Qari` yg mula-mula pandai mengucapkan Quran dengan betul dan tepat serta dengan suara yang merdu adalah Syekh Abdurrahman (1900M) dari Batu-Ampar, Payakumbuh[11]
  4. Metode pengajaran Al-quran yang digunakan adalah Qaidah Baghdadiyah, kemudian diajarkan titik huruf-huruf itu
Ø          Nahwu Dan Sharaf
a.       Pelajaran yang mula-mula diajarkan ialah ilmu sharaf, dimulai dengan menghafal kata-kata Arab serta artinya dalam Bahasa Melayu, misalnya: Dlammun baris di depan: raf`un mitsil, dan seterusnya. Kemudian diajarkan macam-macam dhomir, serta artinya. Setelah itu diajarkan tasrif, yaitu fi`il madhi, mudhori`, masdar, dan seterusnya[12].
b.      Kitab yang dipakai untuk pelajaran sharaf adalah Kitab Dhammun[13]
c.       Setelah hafal Kitab Dhammun[14], diajarkkan Nahwu dengan memakai Kitab Al-`Awamil, setelah tamat kitab tersebut, dilanjutkan Kitab Al-Kalamu[15]
Ø          Tulisan Arab
 Pada abad 16-17, juga ditemukan mansukrip seperti, Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Melayu, Hikayat Aceh, Hikayat Hasanuddin, Babat Tana Jawi, Babad Cirebon, Babat Banten, Carita Purwaka Caruban Nagari. Di Nusa Tenggara ditemukan Syair Kerajaan Bima, Sangaji Kai Catatan Kerajaan Bima. Dari Maluku ada Hikayat Hitu. Di Sulawesi ada Hikayat Goa, Hikayat Wajo dan lainnya. Di Aceh, pada abad 16-17 terdapat cukup banyak penulis manuskrip. Misalnya, Hamzah Fansuri, yang dikenal sebagai tokoh sufi ternama pada masanya. Kemudian ada Syekh Nuruddin ar-Raniri alias Syeikh Nuruddin Muhammad ibnu 'Ali ibnu Hasanji ibnu Muhammad Hamid ar-Raniri al-Quraisyi. Ia dikenal sebagai ulama yang juga bertugas menjadi Qadhi al-Malik al-Adil dan Mufti Muaddam di Kesultanan Aceh pada kepemimpinan Sultan Iskandar Tsani abad 16. Salah satu karyanya yang terkenal berjudul  Bustanul Salatin. Syeikh Abdul Rauf al-Singkili yang juga ditetapkan sebagai Mufti dan Qadhi Malik al-Adil di Kesultanan Aceh selama periode empat orang ratu, juga banyak menulis naskah-naskah keislaman. Pada tahun 1812 (sekitar 100 tahun sebelum kajian Shellabear), Marsden telah memperkatakan keberadaan aksara Arab Melayu dalam bukunya A Grammar of the Malayan Language. R.O. Winstedt (1913) juga mengulas tentang sistem ejaan Arab Melayu dalam bukunya Malay Grammar. Sedangkan di kalangan orang Melayu, Raja Ali Haji diakui sebagai tokoh yang mula-mula sekali memperkatakan sistem ejaan Arab Melayu seperti yang tercatat dalam bukunya Bustan al-Katibin, diteruskan oleh Muhammad Ibrahim (anak Abdullah Munsyi).[16]
Ø         Metode Pembelajaran Bahasa Arab
  1. Metode penyampaian materi ada dua, sistem sorogan[17] dan halaqah[18]
  2. Metode untuk mempelajari sharaf hanya dengan menghafalkannya tanpa digunakan pada kalimat
  3. Metode pengajaran nahwu ada tiga, yaitu membaca matan dalam Bahasa Arab, menerjemahkannya kata demi kata dan menerangkan maksudnya.
2.2  Masa Perubahan (1900-1908)
Di Sumatra di masa ini, telah banyak para santri dan guru agama yang naik haji dan bermukim di Mekkah, serta melanjutkan studinya di sana. Setelah bertahun-tahun di sana, mereka kembali ke Indonesia dan mengajarkan ilmu yang mereka dapatkan, sehingga mutu pelajaran di Indonesia hampir sama dengan di Mekkah.[19]
Ø          Pengajaran Al-quran
ü Menggunakan seperti cara yang lama
ü Qari` quran semakin banyak, seperti H. M. Arif Padang, H. Rasyid Biaro Bukit Tinggi, dan lain-lain
Ø          Nahwu Dan Sharaf
ü Diantara kitab Nahwu yang dipelajari: Ajrumiyah, Asymawi, Syekh Khalid, Azhari, Qathrun Nada, Alfiyah, Asymuni, dan sebagainya.
ü Diantara kitab sharaf yang dipelajari: Al-kailani, Taftazani, dan lain-lain
ü Pelajaran nahwu diajarkan lebih dulu dari pada sharaf
Ø          Tulisan Arab
Tidak  mengalami perubahan, yaitu kondisinya sama dengan pada masa lama.
Ø          Metode Pembelajaran Bahasa Arab
ü Pelajaran nahwu, sharaf dan yang lainnya dipelajari dalam berbagai kitab
ü Mula-mula guru membacaka matan kitab dalam Bahasa Arab, menerjemahkan ke Bahasa Melayu lalu menerangkan maksudnya
ü Cara pengajian kitab ada dua yaitu tingkat rendah dan tingkat tinggi
2.     Periode Penjajahan Jepang (1942-1945)
            Di periode ini, Jepang lebih mengutamakan kerja fisik dan gerak rakyat Indonesia dan Jepang tidak menghiraukan kepentingan agama, sehingga pendidikan Islam lebih leluasa bergerak dari pad di zaman Belanda. Namun, karena fisik telah digunakan untuk kerja keras, maka pendidikan saat itu hanya dilakukan sore hari di Madrasah Awaliyah.[20] Sedangkan untuk pengajaran Al-quran, Bahasa Arab, metode dan kurikulumnya tidak mengalami perubahan yang siknifikan.
3.      Era Kemerdekaan Awal (1945-1966)
Secara singkat, setelah Indonesia merdeka, pendidikan mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Di era ini muncul pesantren Indonesia klasik, madrasah diniyah dan madrasah-madrasah swasta. Untuk pengajaran agama dan termasuk Bahasa Arab diajarkan melalui jenjang madrasah yang lebih teratur dan rapi daripada diera sebelumnya.[21]
Susunan Madrasah di era ini adalah:
a.       SRI (tingkat ibtidaiyah/6 tahun) mempelajari ilmu umum dan agama (tanpa Bahasa Arab)
b.      SMPI (Tingkat Tsanawiyah/4 tahun) mempelajari ilmu agama, pengetahuan umum dan Bahasa Arab
c.       SMAI (Tingkat Tsanawiyah Atas/4 tahun) mempelajari ilmu agama, pengetahuan umum dan Bahasa Arab (diperluas)
d.      Universitas Islam (Tingkat Tinggi/4 tahun) di bagi dalam beberapa fakultas, termasuk Fakultas Bahasa Arab
Dan di pelajaran Bahasa Arab meliputi bercakap-cakap, mengarang, membaca, nahwu, sharaf dan imlak. Sedangkan perjalanan kurikulum pendidikan di era ini adalah Rencana Pelajaran 1947[22], Rencana Pelajaran Terurai 1952[23] dan Kurikulum 1964.[24] Yang semua kurikulum ini masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya.
4.      Era Orde Baru 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966-1998)
Ø  Tulisan Arab
Penggunaan tulisan Arab Melayu (Armel) atau Tulisan Jawi (Tulwi)di Indonesia  pada tahun 70-an hingga 80-an pemerintah menggalakkan program penuntasan buta aksara. Seluruh masyarakat diajarkan membaca latin. Jika saja ada yang tidak bisa membaca tulisan latin, maka mereka dicap sebagai buta aksara, sekalipun Ia mampu dan lancar menulis dan membaca Arab Melayu. Artinya pada masa itu pemerintah tidak mengakui Arab Melayu. 
Ø  Kurikulum Pendidikan
 Di era ini, kurikulum yang digunakan adalah berubah-berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan itu sendiri.
  1. Kurikulum 1968 yang berorientasi pada pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan danKhusus Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan
  2. Kurikulum 1975 yaitu kurikulum yang berorientasi pada tujuan,  menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integrative, menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
  3. Kurikulum 1984 Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan
5.      Era Reformasi yang berlangsung sampai sekarang.
Ø  Tulisan Arab
Penggunaan tulisan Arab Melayu (Armel) atau Tulisan Jawi (Tulwi)di Indonesia sekarang bisa dikatakan sudah hampir punah. Kalau pun dipelajari pada Pondok Pesantren, lebih mengutamakan tulisan Arab gondol/Kitab Kuning. Demikian kondisinya juga pada sekolah-sekolah umum, tidak pernah lagi diajarkan kepada murid.1 Seiring dengan perkembangan zaman, lambat-laun tulisan ini ditinggalkan masyarakat. Bukan berarti model tulisan ini tidak bisa mengikuti perkembangan zaman, tidak sama sekali, namun yang menyebabkan Ia ditinggalkan karena kebijakan dari pemerintah kita sendiri. Salah satu contohnya, pada tahun 70-an hingga 80-an pemerintah menggalakkan program penuntasan buta aksara. Seluruh masyarakat diajarkan membaca latin. Jika saja ada yang tidak bisa membaca tulisan latin, maka mereka dicap sebagai buta aksara, sekalipun Ia mampu dan lancar menulis dan membaca Arab Melayu. Artinya pada masa itu pemerintah tidak mengakui Arab Melayu yang telah melekat di tengah masyarakat kita. Gerakan untuk mengembangkan Bahasa Arab di zaman sekarang tanpa ada batasan dan bebas untuk mengekspresikannya. Sekolah-sekolah sudah mempelajarkan Bahasa Arab dan di Aceh, sebagai contoh telah menerapkan ajaran Islam. Hanya saja, kebanyakan masyarakat kita menggunakan Bahasa Arab hanya sebagai sarana sholat saja tidak sebagai sarana komunikasi.
B. Malaysia  
  • Sejarah Negara Malaysia
Malaysia, negera merdeka di Asia Tenggara, terdiri dari bekas federasi Malaya ( Negara bagain Johor, kedah, kelantan, malaka, negeri sembilan, perak, perils, selangor, dan trengganu) dan bekas jajahan inggris dari serawak dan selatan Kalimantan ( dulu Sabah ). Wilayahnya terbentuk sabit hampir 2.575 km memanjang dari perbatasan Thailand sampai laut sulu.
Sejarah modern Malaysia dimulai pada abad ke-14 dan ke -15 dengan kerajaan Malaya dari malaka. Sedikitnya 100 tahun lebih- Masa keemasan Malaya- kemakmuran ini dan kerajaan yang sedang berkembang adalah pusat penyebaran utama islam dan pusat kegiatan politik dan ekonomi dunia Malaya. Bagian yang sungguh-sungguh dari apa yang dikenalkan oleh kekuasaan Raja Malaka. Setelah kedatangan portugis, kesultanan Malaya mengalami kehancuran tidak pernah lagi dilindungi, Malaka pernah dikuasai Prancis pada tahun 1511, belanda pada tahun 1641 dan inggris pada tahun 1985[25].
  • Islam dan Malaysia
Di Malaysia dapat dikatakan bahwa program-program dan orientasi kelompok-kelompok  dakwah dan pemerintahan telah menjadi katalis sehingga mereka telah mendorong menjamurnya kegiatan-kegiatan keislaman di negeri ini, baik dalam tingkat regional maupun nasional. Kebangkitan ini terus berkembang dengan the actor atau kunci (da’i) yang terdiri dari : kelompok-kelompok dakwah, partai islam, pemerintah, dan kerajaan. Sumber-sumber bagi penyegaran islam atau dakwah islam dalam politik dan masyarakat islam dapat dijelaskan melalui perspektif sejarah atau realitas sekarang.
Pertama,  secara historis dapat dilihat sejak kelahiran Koran reformis al-iman 1906, Malaysia menyaksikan masa-masa aktifitas keislaman yang intensif pada tahun 30-an dan 40-an. Dunia keisalaman banyak diwarnai reformis (kaum muda) dan kelompok Tradisional (kaum Tua). Dan inilah yang menambah khazanah pemikiran negeri jiran tersebut.
Kedua, perkembangan dari local negeri ini dalam artian peristiwa-peristiwa local yang mendorong mobilisasi peredaran umat muslim dalam skala yang besar, serta naiknya islam ke pusat masyarakat dan politik Malaysia. Pada tingkat local patronasi pemerintah Malaysia atas islam juga telah menjadikan dirinya sebagai alat dalam penyelenggaraan etos islam di negeri itu, hal ini dikuatkan dengan kebijakan yang sangat mendukung aktivitas keislaman[26].
  • Perkembangan Bahasa arab dimalaysia
Ada Benang Merah Antara Berdirinya Negara Malaysia Dengan kerajaan yang Ada dipulau Sumatra yang kebanyakan Bangsa Melayu, yang dikemudian Menjadi Cikal Bakal Negara Tersebut.
Dimasa Lampau Kesultanan yang ada ditanah melayu ini, sangat kental dalam Mengenalkan islam, Dan dalam Perjalannya Banyak memiliki kesamaan dengan kesultanan yang ada dipulau Sumatra, baik dari segi dakwah islam dan perkembang Bahasa Arab didalamnya, sebut saja kesultanan kedah, perlak, dan trengganu yang masih memegang syariat islam. Diera Modern ini, Negara Malaysia adalah salah satu Negara, Yang menjadikan Islam Adalah Agama Resmi Negara. Salah 1 yang berperan penting dalam Hal ini, PAS (partai islam se-malaysia) yang didirikan tahun 1951 memainkan peran dakwah yang cukup berarti. Tuntutan mereka adalah terbentuknya suatu Negara Islam, di mana Islam tidak hanya sebatas praktik kehidupan pribadi, tetapi melingkupi urusan-urusan politik dan ekonomi Negara. PAS berhasil memenangkan pemilu dan memimpin di beberapa negeri bagian. Basis utamanya adalah di negeri kelantan. Ada pula Gerakan Darul Aqrom yang Memilik pandangan sama dengan Pas, Namun Ia lebih Luas lagi cakupannya, Yaitu membiasakn Pola hidup AlQur’an dan Budaya Arab Baik disekolah dan keluarga dan masyarakat[27].

C. Thailand
  • Sejarah Thailand
Muslim di Tailand Selatan memiliki identitas etnis dan agama yang berbeda dengan mayoritas penduduk (dan juga pemerintah) Thailand. Muslim memiliki bahasa Melayu dan beragama Islam, dua identitas budaya dan agama yang menjadi bagian dari Bangsa Patani. Mereka selama ratusan tahun terbentuk dalam Kerajaan Islam Patani.
Jumlah penduduk Muslim di Thailand sekitar 15 persen, dibandingkan penganut Buddha, sekitar 80 persen. Mayoritas Muslim tinggal di Selatan Thailand, sekitar 1,5 juta jiwa, atau 80 persen dari total penduduk, khususnya di Patani, Yala dan Narathiwat, tiga provinsi yang sangat mewarnai dinamika di Thailand Selatan. Tradisi Muslim di wilayah ini mengakar sejak kerajaan Sri Vijaya yang menguasai wilayah Asia Tenggara, termasuk Thailand Selatan.
Thailand Selatan terdiri dari lima provinsi: Pattani, Yala, Narathiwat, Satun dan Songkhla, dengan total penduduk 6.326.732 (Kantor Statistik Nasional, Thailand, 2002). Mayoritas penduduk Muslim terdapat di empat provinsi: Pattani, Yala, Narathiwat dan Satun, yaitu sekitar 71% di perkotaan, dan 86 % di pedesaan (YCCI, 2006: 34), sedangkan di Songkhla, Muslim sekitar 19 %, minoritas, dan 76.6 % Buddha. Sementara mayoritas penduduk yang berbahasa Melayu, rata- rata 70 persen berada di tiga provinsi: Pattani, Yala dan Narathiwat, sementara penduduk berbahasa China, ada di tiga provinsi: Narathiwat, 0.3 %, Pattani, 1.0 %, dan Yala, 3.0 % (Sensus Penduduk, Thailand, 2000).[28]
  • Masuknya Islam ke Thailand Selatan
Mengenai masuknya Islam ke Thailand, ada yang mengatakan Islam masuk ke Thailand pada abad ke-10 melalui para pedagang dari Arab dan ada yang mengatakan Islam masum ke Thailand melalui Kerajaan Samudra Pasai di Aceh.[29]
Dahulu, ketika Kerajaan Samudera Pasai ditaklukkan oleh Thailand, banyak orang-orang Islam yang ditawan, kemudian di bawa ke Thailand. Para tawanan itu akan dibebaskan apabila telah membayar uang tebusan. Kemudian para tawanan yang telah bebas itu ada yang kembali ke Indonesia dan ada pula yang menetap di Thailand dan menyebarkan agama Islam.
Wilayah Thailand yang dihuni oleh orang-orang Islam adalah wilayah bagian selatan yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Muslim di Thailand merupakan golongan minoritas, karena mayoritas penduduknya beragama Budha. Daerah-daerah muslim di Thailand bagian selatan adalah Pattani, Yala, Satun, Narathiwat, dan Songkhla.
Kaum muslimin di Thailand yang terkenal dengan nama Patani memiliki perasaan kuat tentang jati dirinya, karena daerah Patani pada awal abad ke-17 pernah menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara.
Pemerintah Thailand berusaha memasukkan daerah-daerah paling selatan itu ke negeri Thai. Hal ini dilakukan pada masa Raja Chulalongkom pada tahun 1902. Patani dijuluki tempat kelahiran Islam di Asia Tenggara. Bahkan, seorang Patani, Daud ibn Abdillah ibn Idris al-Fatani diakui sebagai seorang ulama terkemuka mengenai ilmu-ilmu Islam di Asia Tenggara.
Daerah yang sekarang disebut Thailand selatan pada masa dahulu berupa kesultanan-kesultanan yang merdeka dan berdaulat, diantara kesultanan yang terbesar adalah Patani. Pada abad ke empat belas masuklah Islam ke kawasan itu, raja Patani pertama yang memeluk Islam ialah Ismailsyah.
Mesjid pertama yang di bangun di negara ini adalah Masjid Kru Se. Masjid ini sangat bersejarah karena didirikan pada abad 15, masjid tertua di Thailand. Satu periode dengan masa kejayaan Islam pada Khalifah Abbasiyah.
A.    Kesultanan yang ada di Thailand Selatan
Daerah yang sekarang disebut Thailand selatan pada masa dahulu berupa kesultanan-kesultanan yang merdeka dan berdaulat, sangat sulit mencari benang sejarah tentang kesultanan-kesultanan lain yang ada di Thailand Selatan, hal ini di karenakan keadaannya yang minoritas kemudian ditambah dengan tulisan-tulisan yang membahas tentang kesultanan di sana sangat minim. Namun, diantara kesultanan yang terbesar adalah Patani. Pada abad ke empat belas masuklah Islam ke kawasan itu, raja Patani pertama yang memeluk Islam ialah Ismailsyah.
Kesultanan Pattani adalah salah satu kesultanan yang ada di Thailand Selatan. Kesultanan ini di perintah oleh kabilah Baa Alwi Kabilah Azmatkhan.  Kesultanan Patani (Thailand) pada masa sekarang dikusai oleh Kerajaan Siam (Kabilah Siam Thailand = Kerajaan Budha).
Karena letaknya yang strategis dari segi geografis, Pattani menjadi tumpuan para pedagang dari timur maupun barat, untuk singgah di sana sambil beristirahat ataupun berdagang. Sehingga Pattani menjadi pusat perdagangan ketika itu. [30]
Menurut ahli Antropologi, orang Pattani berasal dari suku Jawa-Melayu. Karena suku inilah yang pertama kali mendiami tanah Melayu. Kemudian berdatangan pedagang Arab dan India ke daerah Pattani.[31]
Di masa lalu, Pattani, Yala, dan  Narrathiwat merupakan wilayah Kesultanan Pattani – awalnya kerajaan tertua di Semenanjung Malaya bernama Langkasuna, yang berdiri pada abad ke-2. Ia berulangkali menjadi wilayah vasal kerajaan lain: Sriwijaya, Nakhon Si Thammarat, Sukhothai; hingga kembali menjadi wilayah otonom pada abad ke-15 dan menjadi kerajaan Islam bernama Kesultanan Pattani.[32]
Pattani sempat berjaya di era Sultan Muzaffar Shah pada pertengahan abad ke-16. Sultan mendirikan masjid pertama, Krisek atau Krue Se, di provinsi Pattani yang berarsitektur Timur Tengah. Zaman keemasan berlanjut para era empat ratu yang memerintah sejak 1584: Ratu Hijau, Ratu Biru, Ratu Ungu, dan Ratu Kuning. Kekuatan ekonomi dan militernya mampu menghadapi empat kali invasi kerajaan Siam dengan bantuan kesultanan Pahang dan Johor – kini bagian dari Malaysia.
“Pada abad ke-17, kerajaan itu muncul sebagai pusat utama ilmu pengetahuan Islam di dunia Melayu, dihormati oleh banyak kesultanan, setara dengan kesultanan Aceh yang prestisius,” tulis Chalk.
Pattani mengalami kemunduran ketika Ayudhya atau Ayutthaya, cikal-bakal kerajaan Siam, menginvasinyapada 1688. Sultan Muhammad, yang berkuasa di Pattani saat itu, terbunuh dalam pertempuran. Kota Pattani dibumihanguskan. Pattani sendiri mengalami konflik internal, yang kian memudarkan kejayaan mereka.
Pattani kembali merdeka setelah Ayudhya kalah perang dari Burma. Setelah lama berada di bawah cengkeraman Burma, pada abad ke-18, Dinasti Chakkri di bawah Raja Rama I kemudian berhasil menyatukan kembali kerajaan Siam. Siam bangkit kembali dan bahkan lebih kuat. Dipimpin Pangeran Surasi, adik dari Raja Rama I, “pasukan Siam menginvasi Pattani pada 1786 dan membagi kerajaan Muslim itu menjadi tiga provinsi,” tulis Karl R. deRouen dan Paul Bellamy dalam International Security and the United States: an Encyclopedia, Volume 2.
Setelah dikuasai oleh kerajaan Siam, wilayah Pattani menjadi daerah yang merupakan wilayah Thai-Budha. Hal didasarkan atas perjanjian penentuan daerah antara Kerajaan Thailand pada masa pemerintahan Raja Chulalongkorn dan pemerintahan kolonial Inggris di Malaya, yang mengharuskan wilayah Pattani dan sekitarnya menjadi wilayah kekuasaan Thailand pada 1902. Sebenarnya, masyarakat Muslim di Thailand itu lebih suka bergabung dengan Malaya, sekalipun di bawah pemerintahan Inggris, karena memiliki akar budaya yang sama. Tapi sejarah menentukan lain; dan dampaknya terasa hingga kini.[33]
B.     Keadaan Thailand Selatan Sesudah Masa Kesultanan
Jatuhnya Pattani ke tangan Siam (Thailand) pada tahun 1785 dan diikuti dengan perjanjian bermaterai Inggris-Siam pada tahun 1909, menjadi awal bagi kesengsaraan orang Melayu Islam Pattani yang membawa kepada berakhirnya pemerintahan raja-raja Melayu Pattani. Para tahanan perang dibawa ke Bangkok dengan mengikat dan merantainya, kemudian dijadikan budak dan buruh kasar pemerintahan Siam (Thailand). Para tawanan dipaksa mengorek dan menggali batangan sungai yang menjadi nadi pergerakan ekonomi di tengah kota Bangkok sampai saat ini. Walau corak pemerintahan Thailand telah diganti, Pattani tidak pernah mendapat pembelaan dan layanan yang baik dan adil, mereka senantiasa menjadi mangsa kekejaman dan keganasan pemerintah Thailand.
Sistem Thailand yang "diliberalkan" telah memiliki capaian-capaian konkret di Thailand Selatan yang menawarkan beberapa kesempatan modernisasi bagi kaum Melayu Muslim di Patani. Hal itu bagaimanapun bisa semakin jelas apabila meninjau kembali pada dekade tahun-tahun  1990-an di mana sistem Thai tak sepenuhnya belajar dari pengalaman. Sistem pembatasan terhadap Islam amatlah mudah dalam beberapa hal. Tapi pemaksaan Negara Thailand agar bahasa Thai menjadi satu-satunya bahasa tulis sebagai ganti bahasa Melayu telah dibayar dengan peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya.  Orang-orang Buddha Thai terus merupayakan agar mereka bisa banyak menguasai posisi-posisi pegawai kerajaan di Selatan Thailand. (Dr. Dennis Walker)[34]
C.    Pendidikan Bahasa Arab di Thailand Selatan
Identitas lokal di Thailand Selatan lebih dekat dengan Kelantan dan Kedah, Malaysia. Pada masa kesultanan, Pendidikan hanya berporos kepada pendidikan agama dan pendidikan bahasa, khususnya bahasa arab hanya sebatas untuk kehidupan beragama, selainnya mereka lebih suka menggunakan bahasa melayu dan dalam menulis menggunakan tulisan arab melayu, dan hal itu berlanggsung sampai sekarang.
Masyarakat secara tradisional lebih suka menggunakan bahasa Melayu dibandingkan bahasa Thai yang digalakkan oleh pemerintah pusat sebagai bahasa resmi negara. Keterpaksaan masyarakat Melayu Muslim di Thailand Selatan dirasakan selama puluhan tahun, sejak integrasi Melayu di selatan Thailand menjadi bagian dari Kerajaan Thailand.
Pada 1909 M Inggris mengakui bahwa daerah-daerah pecahan Pattani termasuk kawasan Kerajaan Siam. Dan pada tahun 1939 M, Nama Siam diganti dengan Muang Thai. Bahasa Siam menjadi bahasa kebangsaan di kawasan Selatan, di sekolah-sekolah merupakan bahasa resmi, tulisan Arab Melayu digantikan tulisan Siam yang berasal dari Palawa.
Pada 1923 M, beberapa Madrasah Islam yang dianggap ekstrim ditutup, dalam sekolah-sekolah Islam harus diajarkan pendidikan kebangsaan dan pendidikan etika bangsa yang diambil dari inti sari ajaran Budha.
Pada saat-saat tertentu anak-anak sekolah pun harus menyanyikan lagu-lagu bernafaskan Budha dan kepada guru harus menyembah dengan sembah Budha. Kementrian pendidikan memutar balik sejarah : dikatakannya bahwa orang Islam itulah yang jahat ingin menentang pemerintahan shah di Siam dan menjatuhkan raja.[35]
Penggunakan bahasa Thai wajib digunakan di kantor kerajaan, pemerintah, sekolah dan media. Radio, TV dan media cetak harus menggunakan bahasa Thai sebagai medium pemberitaan. Media elektronik, khususnya radio lokal hanya Minoritas Muslim di Thailand Selatan diperbolehkan menggunakan bahasa Melayu tidak lebih dari 20 persen keseluruhan programnya.
Strategi pemerintah Thailand memang membuahkan hasil. Dalam waktu sekitar 50 tahun, banyak generasi muda Melayu Muslim lebih suka berbahasa Thai dibandingkan bahasa Melayu, baik di sekolah maupun dalam pergaulan sehari-hari. Tetapi mereka ’dipaksa’ keluarga untuk berbicara dalam bahasa Melayu ketika mereka berkumpul dilingkungan keluarga.
Fenomena religius tradisional masih bisa disaksikan di sudut-sudut dusun. Misalnya,  saat kembali pulang kerja dari laut,  kebiasaan mereka adalah membaca Al Qur’an di rumah bersama keluarga. Mereka taat beribadah. Setiap kali adzan berkumandang, segera mereka bergegas menuju masjid. Kostum sarung dan sorban merupakan pakaian keseharian mereka. Rumah-rumah panggung, bilik bambu adalah wajah kesederhanaan mereka. Di sana terbangun suatu komunitas religius bagaikan sebuah perkampungan pesantren.
Dalam bidang pendidikan, anak–anak muslim memiliki dua sekolah. Sehari-hari mereka belajar di sekolah pemerintah sekuler Thailand dan setiap pekan mereka belajar membaca dan memahami Al Qur’an di sekolah Islam dibimbing oleh para orang tua. Dan ada juga yang masuk pesantren.
Pesantren Ban Tan merupakan salah satu pesantren yang masih bertahan di daerah selatan ini, di pesantren ini pola pendidikan dilaksanakan layaknya pesantren tradisional yang ada di indonesia.
Singkatnya, pendidikan bahasa arab sangat rendah dan terpinggirkan di daerah ini, hal ini karena program dan kebijakan pemerintah untuk menjadikan bahasa thai sebagai bahasa nasional dan kebijakan-kebijakan pendidikan yang lebih berbau agama Budha. Pendidkan bahasa arab hanya terjadi di rumah-rumah atau perkumpulan serta di mesjid-mesjid yang hanya berfokus pada mempertahankan agama Islam dan bagaimana agar keturunan mereka bisa mengaji, sedangkan selebihnya itu ada yang masuk pesantren.
D. Brunei Darussalam
  • Sejarah Brunei Darussalam
Catatan-catatan dari Tiongkok dan Arab menunjukkan bahwa kesultanan Brunei telah ada sejak setidaknya abad VII atau VIII Masehi. Kesultanan awal ini kemudian ditaklukkan oleh Sriwijaya pada awal abad IX dan kemudian menguasai Kalimantan utara dan Filipina. Setelah itu mereka dijajah oleh Majapahit, namun berhasil memerdekakan diri dan menjadi negara yang maju.
Kesultanan Brunei mencapai masa kejayaan dari abad XV sampai XVII, ketika daerah kekuasaannya mencapai seluruh pulau Kalimantan dan kepulauan Filipina. Brunei terutama paling kuat dalam masa pemerintahan sultan kelima, Bolkiah (1473-1521), yang terkenal karena perjalanan-perjalanannya di samudera dan menaklukkan Manila; dan pada masa pemerintahan sultan kesembilan, Hassan (1605-1619), yang mengembangkan sistem pengadilan kerajaan, yang unsur-unsurnya masih terdapat sampai hari ini.
Setelah Sultan Hassan, kejayaan Brunei memudar karena perebutan kekuasaan dan juga bertumbuhnya pengaruh kekuasaan kolonial Eropa di daerah itu yang, antara lain, mengacaukan jalur-jalur perdagangan tradisional, menghancurkan dasar ekonomi Brunei dan banyak kesultanan Asia Tenggara lainnya. Pada 1839, petualang Inggris James Brooke sampai ke Kalimantan dan menolong Sultan Brunei menumpas sebuah pemberontakan. Sebagai imbalannya, ia menjadi gubernur dan kemudian "Rajah Putih" dari Sarawak di Kalimantan barat laut dan kemudian mengembangkan daerah kekuasaan di bawah pemerintahannya. Brooke tidak pernah mengambil alih kekuasaan di Brunei, walaupun ia mencoba untuk melakukan hal itu. Ia bertanya kepada pemerintah Britania apakah ia boleh mengakui Brunei sebagai miliknya, namun ditolak. Walaupun Brunei diperintah dengan kurang baik, ia memiliki perasaan dan identitas nasional, dan karena itu tidak dapat direbut oleh Brooke.
Sementara itu, British North Borneo Company memperluas kekuasaannya di daerah Kalimantan timur laut. Pada 1888, Brunei menjadi negara lindungan pemerintah Britania Raya, dan walaupun tetap memegang otonomi namun di bawah kekuasaan Britania dalam hubungan luar negeri. Pada 1906, Brunei lebih erat lagi dikuasai Britania ketika kekuasaan eksekutif dialihkan kepada seorang Residen yang mengatur semua hal kecuali adat dan agama lokal.
Pada 1959, sebuah undang-undang dasar baru ditulis dan mencanangkan Brunei sebagai negara yang memerintah diri sendiri, walaupun hubungan luar negeri, keamanan dan pertahanan tetap dipegang oleh Britania Raya, sekarang diwakili oleh seorang Komisioner Tinggi. Sebuah usaha pada 1962 untuk memperkenalkan sebuah badan legislatif yang sebagian anggotanya dipilih dan memiliki kekuasaan terbatas dibatalkan setelah partai politik oposisi Partai Rakyat Brunei meluncurkan pemberontakan bersenjata, yang ditaklukkan pemerintah dengan bantuan tentara Britania. Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, pemerintah juga menolak untuk bergabung dengan Sabah dan Sarawak di negara Malaysia yang baru terbentuk. Sultan Brunei kemudian memutuskan bahwa Brunei akan menjadi negara yang terpisah.
Pada 1967, Omar Ali Saifuddin turun tahta untuk anak laki-lakinya yang kedua, Hassanal Bolkiah, yang menjadi penguasa ke-29. Sang mantan sultan tetap menjadi menteri pertahanan dan mengambil gelar Seri Begawan. Pada 1970, ibu kota Brunei Town diganti namanya menjadi Bandar Seri Begawan untuk menghormatinya. Seri Begawan wafat pada 1986.
Pada 4 Januari 1979, Brunei dan Britania Raya menandatangani sebuah perjanjian persahabatan dan kerjasama baru. Pada 1 Januari 1984, Brunei Darussalam menjadi negara merdeka.
Budaya Brunei seakan sama dengan budaya Melayu, dengan pengaruh kuat dari Hindu dan Islam, tetapi kelihatan lebih konservatif dibandingkan Malaysia. Penjualan dan penggunaan alkohol diharamkan, dengan orang luar dan non-Muslim dibenarkan membawa dalam 12 bir dan dua botol MiRas setiap kali mereka masuk negara ini. Setelah pemberlakuan larangan pada awal 1990-an, semua pub dan kelab malam dipaksa tutup[36].



[1] http//wapedia.co.id
[2] Drs. Hasbullah, sejarah pendidikan Islam di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada,Jakarta, 1999, hlm.14
[3] Drs. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia. Hlm. 20-22
[4] www.heru.blogspot.com
[5] Yaitu masa peralihan dari peradaban Hindu ke peradaban Islam.
[6] ibid
[7] ibid
[8] Gold: mencari kekayaan dan memonopoli; gospel: menyebarkan Agama Nasrani; glory: mencari kekuasaan (Drs. Suparman,dkk. IPS Sejarah SLTP kelas 2. Hlm. 11 )
[9] Op.cit. hlm. 227
[10] Yaitu kitab Alif, Ba,… dan juz `amma (ibid. hlm.229)
[11] Prof. H. Mahmud Yunus. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, hlm. 36
[12] Ibid, hlm.43
[13] Menggunakan terjemahan kedalam Bahasa Melayu, tidak diketahui pengarang dan tahun dikarang
[14] Kitab ini hanya ada di Sumatra
[15] Yaitu Kitab Ajurumiyah yang sampai sekarang masih dipakai di pondok pesantren dan madrasah-madrasah di dunia Islam.
[16] www.heru.blogspot.com
[17] Siswa belajar langsung dengan menghadap guru
[18] Guru menyampaikan pelajaran dengan dikelilingi siswa
[19] Op.cit. hlm. 53
[20] Op.cit. hlm. 64 dan 70
[21] Prof. H. Mahmud Yunus. Sejarah Pendidikan Islam. Hlm.131
[22] Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan
[23] Yaitu dengan ciri Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran
[24] Fokusnya pada pengembangan Pancawardhana, yaitu;Daya cipta, Rasa, Karsa, Karyadan Moral

[25] . Studi kawasan islam, Ajid Tohir, PT Grafindo Persada : jakarta 2009, hal 337- 338
[26] . Pengantar sejarah dakwah, Wahyu ilaihi & Harjani Hefni.: Prenda Media 2007 Hal 158
[27] . ibid : hal 160
[28] http://majalahnh.com
[29] <http://indramunawar.blogspot.com
[30] http://minang.awardspace.com
[31] http://minang.awardspace.com
[32] http://www.majalah-historia.com
[33] http://www.majalah-historia.com
[34] http://www.wahidinstitute.org
[35] <http://indramunawar.blogspot.com
[36] . http://id.wikipedia.org/wiki/Brunei#Asal-usul_Brunei

Tidak ada komentar:

Posting Komentar