Senin, 01 Juni 2015

PEMBELAJARAN BAHASA BERBASIS BUDAYA




A.    Pengertian Bahasa dan Budaya
Banyak definisi yang diberikan ahli bahasa tentang pengertian bahasa, di antaranya:
1.      Bahasa adalah bunyi yang digunakan untuk setiap bangsa atau masyarakat untuk mengemukakan maksudnya. (Ibnu Jinni)
2.      Bahasa adalah system lambang bunyi yang atbitrer, digunakan untuk saling bertukar pikiran dan perasaan antar anggota kelompok masyarakat bahasa. (Al-Khauli)
3.      Bahasa adalah system lambang bunyi yang atbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. (Kridalaksana)[1]

Adapun budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan.[2]
Sedangkan menurut istilahnya, banyak definisi tentang budaya ini, namun secara umum hamper memiliki persamaan. Definisi tersebut antara lain:
1.      Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi tingkah lakunya.[3]
2.      Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. [4]
3.      Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.[5]
4.      Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok. (Dr. K. Kupper)
5.      Kebudayaan adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia dan produk yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar di alihkan secara genetikal. (Mitchell - Dictionary of Soriblogy)

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

B.     Hubungan Bahasa dan Kebudayaan
Kebudayaankah yang mempengaruhi bahasa?ataukah bahasa yang mempengaruhi budaya? Hal ini mungkin jadi pertanyaan di benak kita, namun yang pasti keduanya melekat pada diri manusia. Budaya tidak akan berkembang tanpa adanya bahasa, namun bahasa juga tidak akan pernah tumbuh jika tidak ada wadah yang disebut budaya untuknya berkreasi.
Drs. Aminuddin, M.Pd menyebutkan bahwa bahasa selain dapat digunakan untuk menyampaikan rekaman unsure dan nilai kebudayaan saat sekarang, juga dapat digunakan sebagai alat pewaris kebudayaan itu sendiri.[6]
Ada berbagai teori mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan. Ada yang mengatakan bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun mempunyai hubungan yang sangat erat, sehingga tidak dapat dipisahkan. Ada yang mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi kebudayaan, sehingga segala hal yang ada dalam kebudayaan akan tercermin di dalam bahasa. Sebaliknya, ada juga yang mengatakan bahwa bahasa sangat mempengaruhi kebudayaan dan cara berpikir manusia atau masyarakat penuturnya.
Menurut Koentjaraningrat sebagaimana dikutip Abdul Chaer dan Leonie dalam bukunya Sosiolinguistik bahwa bahasa bagian dari kebudayaan. Jadi, hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.[7]
Namun pendapat lain ada yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan mempunyai hubungan yang koordinatif, yakni hubungan yang sederajat, yang kedudukannya sama tinggi.
Masinambouw menyebutkan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua sistem yang melekat pada manusia. Kalau kebudayaan itu adalah sistem yang mengatur interaksi manusia di dalam masyarakat, maka kebahasaan adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi itu.
Dengan demikian hubungan bahasa dan kebudayaan seperti anak kembar siam, dua buah fenomena sangat erat sekali bagaikan dua sisi mata uang, sisi yang satu sebagai sistem kebahasaan dan sisi yang lain sebagai sistem kebudayaan.[8]
Edward Sapir menyatakan sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Wahab dalam bukunya Isu Linguistik Pengajaran Bahasa dan Sastra bahwa kandungan setiap budaya terungkap dalam bahasanya. Tidak ada materi bahasa, baik isi maupun bentuk yang tidak dirasakan sebagai melambangkan makna yang dikehendaki, tanpa memperdulikan sikap apapun yang ditunjukkan oleh budaya lain.
Suatu kebudayaan merupakan milik bersama anggota suatu masyarakat atau suatu golongan sosial, yang penyebarannya kepada anggota-anggotanya dan pewarisannya kepada generasi berikutnya dilakukan melalui proses belajar dan dengan menggunakan simbol-simbol yang terwujud dalam bentuk yang terucapkan maupun yang tidak (termasuk juga berbagai peralatan yang dibuat oleh manusia). Dengan demikian, setiap anggota masyarakat mempunyai suatu pengetahuan mengenai kebudayaannya tersebut yang dapat tidak sama dengan anggota-anggota lainnya, disebabkan oleh pengalaman dan proses belajar yang berbeda dan karena lingkungan-lingkungan yang mereka hadapi tidak selamanya sama, begitu juga dengan bahasanya.

C.    Etika Berbahasa
Hubungan antara bahasa dan budaya telah kita bahas sebelumnya. Jadi tidak perlu kita bahas kembali tentang bagaimana hubungannya, yang jelas keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi.
Kalau kita terima pendapatMasinambouw (1984) yang mengatakan bahwa sistem bahasa mempunyai fungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi manusia di dalam masyarakat, maka berarti di dalam tindak laku berbahasa haruslah disertai norma-norma yang berlaku di dalam budaya itu. Sistem tindak laku berbahasa menurut norma-norma budaya disebut etika berbahasa atau tata cara berbahasa.[9]
Etika berbahasa ini erat berkaitan dengan pemilihan kode bahasa, norma-norma sosial, dan sistem budaya yang berlaku dalam satu masyarakat. Oleh karena itu, etika berbahasa antara lain akan mengatur:[10]
1.      Apa yang harus kita katakan pada waktu dan keadaan tertentu kepada seorang partisipan tertentu berkenaan dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat itu.
2.      Ragam bahasa apa yang paling wajar kita gunakan.
3.      Kapan dan bagaimana kita menggunakan giliran berbicara kita, dan menyela pembicaraan orang lain.
4.      Kapan harus diam.
5.      Bagaimana kualitas suara dan sikap fisik kita di dalam berbicara itu.

D.    Fenomena Bahasa dan Budaya
Bahasa bukan saja merupakan "property" yang ada dalam diri manusia yang dikaji sepihak oleh para ahli bahasa, tetapi bahasa juga alat komunikasi antar personal. Komunikasi selalu diiringi oleh interpretasi yang di dalamnya terkandung makna. Dari sudut pandang wacana, makna tidak pernah bersifat absolut; selalu ditentukan oleh berbagai konteks yang selalu mengacu kepada tanda-tanda yang terdapat dalam kehidupan manusia yang di dalamnya ada budaya. Karena itu bahasa tidak pernah lepas dari konteks budaya dan keberadaannya selalu dibayangi oleh budaya.
Dalam analisis semantik, Abdul Chaer mengatakan bahwa bahasa itu bersifat unik dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya, maka analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain.
Umpamanya kata ikan dalam bahasa Indonesia merujuk kepada jenis binatang yang hidup dalam air dan biasa dimakan sebagai lauk; dalam bahasa Inggris sepadan dengan fish; dalam bahasa banjar disebut iwak. Tetapi kata iwak dalam bahasa jawa bukan hanya berarti ikan atau fish. Melainkan juga berarti daging yang digunakan juga sebagai lauk (teman pemakan nasi). Malah semua lauk seperti tahu dan tempe sering juga disebut iwak.
Mengapa hal ini bisa terjadi? semua ini karena bahasa itu adalah produk budaya dan sekaligus wadah penyampai kebudayaan dari masyarakat bahasa yang bersangkutan. Dalam budaya masyarakat inggris yang tidak mengenal nasi sebagai makanan pokok hanya ada kata rice untuk menyatakan nasi, beras, gabah, dan padi. Karena itu, kata rice pada konteks tertentu berarti nasi pada konteks lain berarti gabah dan pada konteks lain lagi berarti beras atau padi.
Begitu juga bahasa Arab yang mempunyai puluhan nama untuk buah kurma mulai dari yang masih di pohon, yang baru dipetik, sampai yang telah kering. Seperti الجرام kurma kering, الرطب kurma matang, الفاخز kurma yang tidak ada isinya, الدمال kurma busuk, dan التمر kurma.
Beberapa keistimewaan bahasa tersebut dipakai suatu bangsa, atau daerah tertentu untuk membatasi cara-cara berpikir dan pandangan bangsa atau daerah yang bersangkutan terhadap fenomena tempat mereka hidup. Dengan demikian sususan bahasa dan keistimewaan lain yang dimiliknya merupakan faktor dasar bagaimana suatu masyarakat memandang hakikat alam dan tempat mereka berada.
Orang yang tidak kita kenal, bisa kita prediksi asal dan identitasnya berdasarkan bahasa dan cara bicaranya, kalau dia menggunakan bahasa Jawa, kita bisa prediksikan bahwa dia warga Jawa.
Orang yang tidak kita kenal, bisa kita prediksi agama yang dianutnya berdasarkan bahasa dan cara bicaranya. Seorang yang mengucapkan
"إنا لله وإنا إليه راجعون"
ketika mendapat berita duka, bisa kita pastikan bahwa dia seorang muslim.
Orang yang tidak kita kenal, bisa kita prediksi tingkat pendidikannya berdasarkan cara bicaranya juga. Seorang yang bicara dengan menggunakan kata-kata ilmiyah bisa kita pastikan bahwa dia seorang intelektual, sebaliknya orang yang bicara dengan vulgar, bisa diprediksikan bahwa dia seorang awam.
Orang yang tidak kita kenal, bisa kita prediksi apakah dia sedang bahagia atau sedang sedih dengan memperhatikan cara bicaranya. Bila dia menggunakan kata-kata yang emosional, kita bisa prediksikan bahwa dia sedang mengalami musibah, demikian juga sebaliknya.
Dari sini, maka fungsi bahasa sebenarnya bukan saja sekedar alat komunikasi, akan tetapi lebih dari itu bahasa juga merupakan cerminan budaya penuturnya yang dapat digunakan sebagai alat penafsir identitasnya. Dengan demikian, maka bahasa bisa berfungsi sebagai identitas keperibadian, sebagai sarana penghubung antara anggota keluarga, sebagai sarana transformasi pengetahuan, disamping sebai alat komunikasi antar warga penuturnya. [11]
Suatu bangsa, walaupun warganya mempunyai sifat-sifat kepribadian yang berbeda, namun dalam banyak hal mereka mempunyai reaksi yang sama dalam menanggapi suatu masalah. Kesamaan reaksi itu lahir akibat adanya norma, nilai dan perilaku umum yang sama-sama mereka miliki.
Bila suatu masyarkat dihadapkan dengan kejadian seperti kematian seorang warga umpamanya, maka mereka akan menanggapi hal itu dengan sikap yang sama, mereka akan sama-sama bersedih, mendoakan dan melakukan tindakan yang dapat mereka lakukan sebagai bakti terakhir terhadap mayat tersebut. Kalau mereka warga muslim, paling tidak mereka akan sama-sama mengucapkan “إنا لله وإنا إليه راجعون”.
Sikap, reaksi dan ucapan yang sama yang dilakukan oleh warga masyarakat tersebut sebenarnya tidak lahir tanpa sebab, akan tetapi lahir setelah melalui proses belajar yang panjang dari sejak lahir. Sikap, reaksi dan ucapan tersebut lahir sebagai hasil cipta, rasa dan karsa mereka. Sikap, reaksi dan ucapan yang sama itu cukup kompleks dan itulah yang disebut dengan budaya. Oleh sebab itu budaya didefinisikan sebagai sesuatu yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan, kesenian, undang-undang, tradisi dan lain-lain yang dimiliki oleh suatu masyarakat lewat proses belajar.[12]
Bahasa merupakan unsur utama dan terutama dalam suatu budaya, karena fungsi bahasa yang lebih dominan dari fungsi produk budaya lainnya, dimana bahasa bisa dianggap sebagai alat komunikasi dan transformasi ilmu pengetahuan dalam suatu masyarakat. Bahasa merupakan media utama bagi anggota komunitas bahasa dalam proses resepsi dan produksi sebuah informasi, maka budaya suatu masyarakat bisa berkembang bila didukung dengan perkembangan bahasanya dan tidak mustahil sirna karena bahasanya tidak mampu mengekspressikan budaya yang dikandungnya.
Dari uruaian ini jelas terlihat hubungan antara budaya dengan bahasa sangat erat, oleh sebab itu, antara budaya dengan bahasa tidak bisa dipisahkan, memisahkan bahasa dari budaya adalah merupakan usaha yang akan berakhir dengan sia-sia.

E.     Pengaruh Budaya Terhadap Perubahan Bahasa
Bahasa tidak berbeda dari makhluk hidup lainnya, lahir kecil, kemudian berkembang dan mencapai kedewasaan, kemudian mengalami masa kesirnaannya. Anggapan yang mengatakan bahwa bahasa adalah sesuatu yang statis adalah anggapan yang keliru.[13]
Pengaruh budaya terhadap bahasa dewasa ini banyak kita saksikan. Banyak kata atau istilah baru yang dibentuk untuk menggantikan kata atau istilah lama yang sudah ada. Hal tersebut karena dianggap kurang tepat, tidak rasional, kurang halus, atau kurang ilmiah. Misalnya kata pariwisata untuk menggantikan turisme, kata wisatawan untuk menggantikan turis atau pelancong. Kata darmawisata untuk mengganti kata piknik; dan kata suku cadang untuk mengganti kata onderdil. Kata-kata turisme, turis dan onderdil dianggap tidak nasional. Karena itu perlu diganti yang bersifat nasional. Kata-kata kuli dan buruh diganti dengan karyawan, babu diganti dengan pembantu rumah tangga, dan kata pelayan diganti dengan pramuniaga, karena kata-kata tersebut dianggap berbau feodal. Begitu juga dengan kata penjara diganti dengan lembaga pemasyarakatan, kenaikan harga diganti dengan penyesuaian harga, gelandangan menjadi tuna wisma, pelacur menjadi tunasusila adalah karena kata-kata tersebut dianggap halus ; kurang sopan menurut pandangan norma sosial.
Proses penggantian nama atau penyebutan baru masih terus akan berlangsung sesuai dengan perkembangan pandangan dan norma budaya di dalam masyarakat.
Bahasa bisa berkembang dengan datangnya unsur-unsur baru, atau terjadi modifikasi terhadap unsur lama, yang menghasilkan lahirnya sebuah bentuk yang baru. Bahasa sangat rentan dengan perubahan yang terjadi secara alami, dari sejak muncul sampai kesirnaannya dimana perubahan dari satu kondisi ke kondisi lainnya yang lebih baru selalu muncul.
Oleh sebab itu perubahan bahasa tidak bisa dikonotasikan dengan baik atau buruk, karena perubahan itu bersifat alami dan netral sesuai dengan tuntutan kondisi yang terjadi pada unsur-unsurnya.[14]
Perkembangan bahasa dapat terjadi akibat dua faktor; masing-masing faktor internal bahasa itu sendiri dan faktor eksternalnya. Yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang terjadi karena sebab unsur-unsur bahasa itu sendiri, seperti sebab yang terjadi pada fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik bahasa itu sendiri.
Adapun faktor eksternal adalah perubahan yang terjadi pada bahasa yang penyebabnya terdapat di luar bahasa itu sendiri, seperti faktor ekonomi, sosial, agama dan lain-lain.
F.     Pembelajaran Bahasa Berbasis Budaya
Belajar bahasa tidak semata mengenal struktur bahasa. Lebih dari itu, mempelajari eksternal bahasa dan budaya.[15]
Pembelajaran berbasis budaya merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran. Pembelajaran berbasis budaya dilandaskan pada pengakuan terhadap budaya sebagai bagian yang fundamental bagi pendidikan sebagai ekspresi dari komunikasi suatu gagasan dan perkembangan pengetahuan.
Dalam pembelajaran berbasis budaya, budaya menjadi sebuah media bagi siswa untuk mentransformasikan hasil observasi mereka ke dalam bentuk dan prinsip yang kreatif tentang alam.
Dengan demikian, melalui pembelajaran berbasis budaya, siswa bukan sekedar meniru dan atau menerima saja informasi yang disampaikan tetapi siswa menciptakan makna, pemahaman, dan arti dari informasi yang diperolehnya. Transformasi menjadi kunci dari penciptaan makna dan pengembangan pengetahuan. Dengan demikian, proses pembelajaran berbasis budaya bukan sekedar mentransfer atau menyampaikan budaya atau perwujudan budaya tetapi menggunakan budaya untuk menjadikan siswa mampu menciptakan makna, menembus batas imajinasi, dan kreativitas untuk mencapai pemahaman yang mendalam tentang matapelajaran yang dipelajarinya.



[1] Imam Asrori, Sintaksis Bahasa Arab, (Malang: Misykat, 2004), h. 5-6
[2] http://seabass86.wordpress.com                           
[3] http://seabass86.wordpress.com 
[4] http://telukbone.blogspot.com
[5] Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya: Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 25
[6] Drs. Aminuddin, M.Pd. Semantik, (Bandung: Sinar Biru, 1988), h. 35.
[7] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Op-Cit. h. 165
[8] http://kamildairy.blogspot.com
[9] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Op-Cit. h. 172
[10] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Ibid. h. 172
[11] Sayid Abdul Fattah Afifi, Ilm al Ijtima’ al Lughowi, (Cairo: Daar al Fikri al Arabi, 1995), h. 152.
[12] Fuad Baali, Ibn Khaldun wa Ilm al Ijtima’ al Hadits, (Damascus: Daar al Mada li al Tsaqofah wa al Nasyr, 1997), h. 47.
[13] Dr. A. Sayuti Anshari Nasution, MA, Memahami Ragam Bahasa Arab-Melalui Pendekatan Budaya (Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional, yang diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Bahasa Arab, FITK, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, di Jakarta tanggal 11 Desember 2008)
[14] Nurul Huda Lusan, Mabahits fi Ilm al Lughah, (Iskandariah: Maktabah al Jamiiyah, 2001), h. 194
[15] http://v2.theglobejournal.com (diakses 10 Desember 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar