Kepada Lelaki Cahaya,
yang melalui Rahim garba Umunaa Aminah kisahnya sebagai anak manusia bermula;
Muhammad ibn Abdullah.
Setelah sejarah menerjemahkan riwayat
kehidupanmu yang paling darah
dalam naungan langit dan bumi yang terkadang damai dan bergetar marah
yang sampai padaku melalui gemulai angin yang melewati kekokohan
gunung-gunung juga wangi samudra yang
menyuburkan tanah
maka kerinduan yang
membuncah menjadi serupa umpan yang mengundang airmata
untuk selalu tumpah
dalam shalawat muhabbah
doa yang menengadah
dan bentangan sajadah yang resah.
Dzikir kerinduan yang
mengetuki hati paling nurani adalah muara dari mataku yang menelaga
hingga sungai-sungai
membanjir di pipi
membuncahkan keimanan
yang sering rapuh menjadi kembali mendidih bergemuruh
hanya tertuju kepada
engkau duhai lelaki cahaya
yang harum namanya terus
mendenyut dalam jantung-jantung zaman
berabad-abad lamanya.
Maka izinkan aku menikmati
rindu yang mengumpar terbiar
mengarus dalam aliran
denyut-denyut nadi yang menjadikan tubuhku bergetar
Sehingga tak dapat kuungkapkan
segala rindu yang mekar
kecuali dengan cinta,
linangan air mata dan gerimis jiwa yang membelukar
Biarkan pula kulantunkan dzikir
dalam kucuran alir dawat syair.
Maka kini kupilihkan
untukmu rindu yang tiada tepi, yang
kugoreskan dalam bait-bait puisi
Lalu mengeraminya menjadi sebuah cerita tanpa
narasi
agar rindu yang kian menggemuruh dapat sampai kepadamu
bersama doa-doaku yang pilu
membiru aku mengharap dekapan syafaatmu. --Yaa Habiballah, salam ‘alaik--
Nganjuk, Juli 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar