Selasa, 02 Juni 2015

PUNGGUNG SYA’BAN BERPAMIT PULANG


[1]
Bumi tak pernah khianat janji, berlari mengitari halaman rumah matahari, itulah sebab  begitu cepat alamat menit berpindah tempat, kenangan sudah beranak pinak, kemarau kembali disangkal musim, hingga rajab hangus ke sya’ban, menggemakan kidung surgawi, pada jiwa-jiwa yang tak lelah menanti.

[2]
Wangi  Ramadhan telah dibawa bening hujan yang mengguyur dedaunan,  meninggalkan  jejak tanah basah, menguapkan aroma rindu, pada mushaf yang dipupuri debu, pada pekikan sahur  yang menggusur tidur, pada ribut bedug ompong  yang menendangi lambung-lambung kosong, pada magrib yang menjelma embun membasahi gersang kerongkong, juga pada hembusan ayat-ayat-Nya yang  meluruhi keringat setelah rakaat ke duapuluh empat.

[3]
Kepak merpati menerbangkan memori,  menyinggahi  dahan kenangan yang belum rapi, dan aku menemukan lembaran-lembaran ingatan, tetentang bulan ketika pahala digandakan, tentang bulan yang menyapu hitam dosa: ramadhan.  Juga pada pesan keramat Imam Ghazali “perut yang disengaja lapar karena berpuasa itulah yang kelak akan mengetuk puntu surga” katanya.

[4]
Telah kugoreskan sebait rayu dalam gigil, kutitipkan melalui deras arus yang bermuara pada-Mu, tentang inginku yang tumpah pada  pesona malam paling  mulia: yang Kau semat lima ayat dalam jingga kitab suci yang kubaca.


Duhai  Penggenggam jiwa, izinkan aku berada dalam jamuan cinta-Mu, merukuk bersama pohon-pohon, rumah-rumah, desau angin, pejam langit, dan semua ciptaan-Mu yang masih ada maupun yang telah hilang, saat punggung sya’ban berpamit pulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar