Senin, 01 Juni 2015

Menyelami Pendidikan Pesantren

Hiruk-pikuk Ujian Nasional (UN) telah berakhir. Sebagian masyarakat disibukkan mencari sekolah baru untuk menyongsong tahun ajaran baru. Banyak alternatif sekolah yang menjadi pilihan, salah satunya adalah Pesantren.
Pesantren sebagai sampel institusi pendidikan yang mengemas dua bentuk pendidikan dalam satu durasi kurikulum, yaitu pendidikan formal dan non formal, menjadi alternatif jitu. Sebab pesantren tidak hanya berfokus pada pendidikan mainstream yang menekankan Ilmu dan teknologi (Imtek) saja, namun juga pendidikan iman dan takwa (Imtak).
Pada pesantren moderen yang menerapkan sistim  asrama (boarding school), siswa (santri) dapat belajar lebih efektif dan produktif, sebab siswa dapat dengan mudah berinteraksi langsung dengan guru di dalam dan luar kelas. Selain itu, asrama meminimalisir siswa terkontaminasi lingkungan luar yang kurang edukatif.
Kegiatan siswapun menjadi padat. Pagi hingga siang siswa belajar di kelas untuk mengikuti pelajaran seperti sekolah-sekolah pada umumnya. Di luar jam sekolah siswa diwajibkan mengikuti program-program asrama. Program-program itu melatih siswa untuk terampil pada bidang tertentu yang tidak didapatkan di kelas.
Sahalat berjamah, tilawatil Quran, mengkaji hadits, tafsir dan kitab-kitab lainnya merupakan program rutin asrama. Pengkajian sumber-sumber hukum islam dan kitab-kitab bertujuan agar siswa paham  norma-norma syariah. Sehingga siswa dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan tata cara yang hanif di asrama maupun saat sudah berkeluarga dan bermasyarakat.
Di Pesantren biasanya terdapat ekstrakulikuler yang wajib diikuti setiap siswa seperti pidato 3 bahasa  (Indonesia, Inggris dan Arab), Pramuka dan Muhadatsah. Selain itu, terdapat ekstrakulikuler tambahan yang dapat dipilih sesuai minat siswa seperti Kaligrafi, literasi, Bela diri, Musik dan Olahraga. Adanya ekstrakulikuler  terbukti dapat mengembangkan bakat dan kreatifitas siswa.
Jiwa kepemimpinan dalam diri siswapun diasah melalui organisasi siswa di asrama. Organisasi siswa ini lebih kompleks dibandingkan dengan organisasi di sekolah-sekolah pada umumnya. Sebab organisasi siswa menaungi unit-unit tertentu yang berperan aktif mengontrol pelaksanaan program-program asrama yang berkesinambungan selama 24 jam. Organisasi siswa ini tentu berperan besar dalam kelancaran aktifitas siswa di asrama.
Seluruh warga pesantren yang mencangkup Kiyai, Guru dan Siswa tinggal dalam satu lingkup yang berdekatan. Kedekatan ini menjadikan silaturahmi terjalin lebih akrab. Kiyai dan Guru mengaggap Siswa layaknya anak-anak mereka sendiri, begitu pula sebaliknya.
Di pesantren, kiyai dan guru-guru merupakan tokoh sentral yang dihormati, diteladani danditaati. Ketaatan ini seperti menjadi doktrin di pesantren. Maka tidak heran jika seorang siswa pesantren dapat menghormati guru-gurunya dengan penghormatan yang sangat.
Siswa di pesantren datang dari latar belakang budaya yang berbeda. Perbedaan ini tidak menjadi halangan untuk hidup rukun. Terbiasa tinggal bersama dalam waktu yang tidak sebentar, serta merasa mempunyai nasib yang sama; jauh dari orangtua, dapat menguatkan jalinan ukhuah antar siswa. Di sini siswa dilatih untuk dapat bersosialisasi dalam lingkup yang kecil, sehingga kelak akan terbiasa saat terjun di masyarakat.
Kehidupan pesantren yang agamis tentu berpengaruh besar dalam pembentukan karakter setiap warganya. Sebab lingkungan turut mendonasi pembentukan karakter seseorang. Maka dapat disimpulkan pesantren berperan besar dalam mendidik karakter siswa. Itu artinya Pesantren memberikan kontribusi signifikan dalam membangun moralitas dan karakter bangsa.
Maka pendidikan pesantren merupakan pengkaderan generasi bangsa yang bukan hanya cakap dengan ilmu dan teknologi saja, tapi juga generasi yang dipenuhi keimanan dan ketakwaan di dadanya. Ini sejalan dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Bahasa Arab
Selain bahasa Inggris, bahasa asing yang diajarkan di pesantren adalah bahasa Arab. Bahasa Arab yang merupakan ciri khas pembelajaran pesantren, tentu penting dipelajari. Sebab bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan dalam sumber-sumber hukum Islam.
Keunikan bahasa Arab yang tidak dimiliki bahasa manapun antara lain pada akar katanya. Dari akar kata itu dapat dibentuk berbagai macam kata yang berbeda artinya. Misalnya kata ‘kataba’ yang berarti menulis, dapat dirubah menjadi ‘maktub’ yang berarti tertulis, ‘kaatib’ yang berarti penulis, ‘kitaab’ yang berarti buku, ‘maktab’ yang berarti meja, ‘maktabah’ yang berarti perpustakaan dan masih banyak lagi perubahan lainnya.
Dalam pengajaran bahasa Arab di Pesantren, metode yang digunakan beragam. Metode itu antara lain adalah Metode Gramatika Tarjamah (Thariqah al-qawaid wal tarjamah), Metode langsung (Thariqah al-mubasyirah), Metode Membaca (Thariqah al-qirah), Metode Audiolingual (Thariqah as-sam’iyah wa syafahiyah), Metode Eklektik (Thariqah al-intiqaiyah) dan masih banyak lagi yang lainnya. Metode pengajarannya dipilih sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dari 4 keterampilan bahasa yang meliputi keterampilan mendengar (maharah al-istima’), keterampilan berbicara (maharal al-kalam), keterampilan membaca (mahara al-qiraah), dan keterampilan menulis (maharah al-kitabah).
Pengajaran bahasa asing di pesantren, khususnya bahasa Arab, tidak diajarkan sebatas pada tataran teori saja, namun juga wajib diaplikasikan dalam komunikasi sehari-hari di asrama. Kewajiban ini berlaku bagi seluruh warga pesantren.
Bahasa asing diaplikasikan dalam waktu bergantian, jika satu minggu seluruh penghuni pesantren berkomunikasi menggunakan bahasa Arab, maka selama satu minggu berikutnya komunikasi dirubah menggunakan bahasa Inggris, begitu seterusnya.
Upaya ini bertujuan agar  siswa  cakap berbahasa asing dengan lisan dan tulisan. Karena bahasa adalah alat komunikasi, maka dengan menguasai beberapa bahasa asing, itu artinya siswa jebolan pesantren siap berkomunikasi bahkan berkararya di kancah internasional.

Keikhlasan Orang Tua.
Pendidikan pesantren membiasakan siswa untuk hidup sederhana. Jika di rumah siswa terbiasa dengan kamar yang dihuni sendiri, maka di asrama mereka harus rela menempati kamar yang dihuni bersama 10 -15 siswa lainnya. Sayur dan lauk yang ada di pesantrenpun mungkin tidak beragam dan selezat masakan di rumah. Jumlah uang saku dan pakaianpun siswa dipesantren pula dibatasi.
Kehidupan pesantren  yang kontras dengan kebiasaan di rumah inilah yang kerap menjadi alasan tidak betah tinggal di asrama. Terlebih saat awal-awal masuk pesantren. Maka keluhan minta pindahpun sering terlontar.

Disini peran orangtua sangat penting. Orangtua seyogyanya dapat menasihati dan mensuport penuh anak-anak mereka, suport ini salahsatunya adalah dengan mengikhlaskan anak untuk patuh terhadap peraturan pesantren. Sebuah hadits menyebutkan jika keridoan Allah terletak pada keridoan orangtua. Keridoan ini diindikasikan dengan ikhlas. Sebab keikhlasan dan doa terbaik orangtualah yang menstimulan keberhasilan seorang anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar